Senin, 20 Desember 2010

alamat email khozin afandi, alfitanjung@gmail.com atau alfi_tanjung@yahoo.co.id

Kamis, 19 Agustus 2010

MENGENAL PEMIKIRAN FOUCAULT

Foucault lahir pada tanggal 15 Oktober 1926 di Poiters, Perancis dengan nama Paul Foucault.Ibunya bernama Anne Malapert dan menambahkan nama Michel untuk anaknya. Foucault dari keluarga ilmuwan. Ayah dan kakeknya ahli medis dan mengharapkan anaknya mengikuti jejak mereka. Tetapi dia malah memilih studi filsafat, sejarah dan psikologi.

Setalah menamatkan pendidikan dasar, dia meneruskan ke Kolose Staint-Stainlas. Di sinilah dia mulai berkenalan dengan filsafat Yunani, Modern, Descartes dan Henry Bergson. Dari Kolose ini, dia melanjutkan studi ke Universitas Sorbon dan memilih ENS (Ecole Normale Superiure. Karena telah memiliki reputasi terbaik dalam filsafat Di sainilah dia mengenal tulisan-tulisan filsuf yang berpengaruh seperti Hegel, Mrx dan Freud.

Beberapa filsuf Perancis saat itu seperti Sartre, Maurice, Marleau Ponty dan Louis Althusser menjadi daya minat para mahasiswa studi filsafat. Namun Foucault memeiliki sikap tersendiri terhadap filsafat yang sedang diminati banyak mahasiswa ini. Setelah enyelesaikan studi di ENS, dia kemudian mengarahkan perhatiannya terhadap psikiatri. Di sini dia berhasil meraih lisensi psikologi serta menjadi asisten Althusser. Pada tahun 1952, Foucault dianugrahi diploma psikho patologi dari Universitas Paris atas hasil risetnya mengenai abnormalitas.
Untuk kepentingan pengembangan minatnya yang makin kuat, dia kembali ke rumah sakit jiwa Sainte-Anne, yakni satu rumah sakit yang pernah merawat dirinya dan menganggapnya sebagai pasien sakit jiwa. Di sini dia membantu pelaksanaan eksperimen-eksperimen dengan mengguakan perlatan elektro encephalografi. Dengan peralatanm ini, dia berusaha menganalisis pelbagai abnormalitas yang disebabkan oleh berbagai kekacauan otak semisal akibat luka, epilepsi dan faktor neorologi yang lainnya.
Pada tahun 1955, dia menjadi dosen tamu di Universitas Uppsula, Swedia untuk mengajar sastra dan bahasa Perancis. Foucault dikagumkan oleh kenyataan bahwa perpustakaan Universitas ini mneyimpan setumpuk koleksi arsip mengenai rumah sakit jiwa abad 19 M. Kondisi ini membuat minatnya pada psikiatri tergugah. Hampir setiap hari, dia berada di perpustakaan ini mulai pagi sampai sore.
Pada tahun 1958, Foucault diangkat menjadi direktur Pusat Kebudayaan di Warsawa, Polandia. Setelah itu dia ditempatkan di lembaga sejenis di Hamberg. Pada tahun 1966 dia telah merampungkan karyanya yang monumental tentang arkeologi untuk ilmu-ilmu kemanusiaan. Terjemahan ke dalam bahas inggris berjudul, “The Order of Things; The Archeology of Human Sciences”. Pada musim gugur 1983, foucault mengakhiri pengembaraannya di San Fransisco dan mulai terserang penyakit. 1984 Foucault kembali ke Perancis. Di kota inilah dia jatuh ambruk di apartemennya. Pada 25 Juni 1984 setelah melewati kemerosotan fisik yang amat drastis, Foucault menghembuskan nafas yang terakhir.

Di bagian dunia manapun baik Barat maupun Timur, kuasa yang merupakan satu model berada selalu menjadi sebuah arus utama, baik untuk tujuan pembangunan budaya atau penghancuran melalui konflik dan peperangan. Kuasa senantiasa selalu ada dalam setiap gerakan pikiran maupun tindakan manusia. Kuasa tidak harus dalam bentruk institusi, struktur atau sistem melainkan sebuah nama yang diaplikasikan manusia dalam atau kepada sebuah situasi strategis yang kompleks dalam suatu masyarakat tertentu. Kuasa juga bukan merupakan sesuatu yang diperoleh atau didapatkan atau sesuatu yang dibagi-bagikan. Kuasa adalah relasi peran produktif dalam kehidupan sosial budaya . Kata Foucault selanjutnya. Kuasa dikembangkan melalui berbagai media terutama media pengetahuan karena ia selalu menjalin hubungan yang saling berkait dengan kuasa untuk kemudian mengkonstruksi wacana.

Melalui wacana dan karena faktor wacana terjadilah apa ang kita saksikan sebagai perubahan zaman atau perubahan arah sejarah. Sampai zaman di mana kita tinggal pada saat ini telah berkali-kali terjadi perubahan dan "wacana praktis" menjadi salah satu faktor dari perubahan budaya maupun arah sejarah. Kita merekam sejarah peradaban dari zaman primitif, tradisional lalu modern dan posmodernisme. Perubahan adalah proses sosial budaya dan manusia terlibat di dalamnya baik menjadi pelaku perubahan atau sebagai obyek perubahan, sebuah proses yang terus bergerak dinamis tanpa pernah berhenti dan tidak mengenal titik diam. Salah satu unsur yang penting bagi terjadinya perubahan adalah wacana.

Foucault berupaya mengurai kekusutan pola tradisional mengenai apa yang secara tradisional dipandang sebagai tak dapat diubah. Dia mengurai relasi kuasa yang terjadi pada abad pertengahan sampai modern yang membakukan pola berfikir rasional empirik (empirico-rational) sebagai basis pengetahuan dan kebenaran. Pandangan ini menghegemoni budaya pngetahuan modern. Untuk mengurai benang kusut pemikiran yang telah diterima apa adanya tanpa harus mengalami perubahan ini, Foucault emnggunakan metode arkeologi, genealogi dan problematisasi . Tiga metode ini menjadi pisau analisis guna membedah realitas yang menghegemoni pengetahuan dan wacana yang dilakukan secara diskursif dengan berbagai pola yang sistemik. Dari tiga metodologi di atas, tulisan ini membtasi diri pada dua metode pertama, arkeologi dan genealogi.

Dalam tulisan-tulisan akhir yang masih berupa teks-teks dan naskah yang kurang dikenal oleh publik terdapat pembahasan yang berkenaaan dengan agama. Agama telah menjadi realitas yang ada ditengah-tengah masyarakat. Dengan keadaan ini studi agama berarti sebuah subyek yang mencakup wilayah interdisiplin yang menyatu padukan berbagai aspek seperti filsafat, sosiologi, politik, ekonomi, gerakan sosial. Pertanyaan yang muncul, bagaimana Foucault merajut semua dimensi studi agama menjadi satu keutuhan disiplin agama. Apakah agama sebagai fakta soial budaya memiliki peran dan sumbangsih bagi perubahan? Mungkin jawaban model Foucault yang dapat dipertimbangkan adalah konsep relasi kuasa dan pengetahuan. Dua tema di atas masih bergantug pada ketajaman analisis arkeologis dan genealogis sambil memperhatikan masalah apakah ajaran-ajaran agama di dalamnya memang terdapat premis-premis kuasa dan pengetahuan.

Arkeologi dan genealogi
Di samo\ping problematisasi, aspek metodologi Foucault yang ditawarkan ke dalam budaya filsafat adalah arkeologi, genealogi. Dengan dan melalui metodologi ini, dia hendak menjelajah ke ruang yang dia sebut sebagai “the condition of possibility.” Dengan konsep metodologi ini, dia mengasumsikan adanya kemungkinan munculnya suatu ide, baik yang bersifat evolusioner maupun yang revolusioner. Konsep di atas dikaitkan dengan perjalanan sejarah umat manusia sambil mempertanyakan tradisi metodologis yang selalu diaplikasikan bagi pengkajian sejarah. Ada dua tradisi besar dalam pendekatan sejarah yakni “pendekatan spekulatif Hegelian” dan lainnya adalah pendekatan kritik gagasan Dilthey dan Droysen. Dalam doktrin sejarah, Hegel mengabaikan fakta empirik dan lebih menekankan pada rasio yang memang memiliki potensi spiritual yang mencukupi untuk menjelaskan sejarah. Ada tiga tema dalam spekulatif historis; yakni, teleologi, kedua tentang perubahan apakah linier, sirkuler dan kaostik dan ketiga tema tentang apa kekuatan yang menjadi penggerak perubahan sejarah. Sebaliknya Dulthey dan Droysenm enegaskanbahwa sejarah harus dijelaskan atas dasar fakta empiric.

Teleologi berasal dari kata :telos" artinya adalah tujuan. Hegel mengibaratkan sejarah sebagai sebuah perjalanan yang hendak mencapai titik tujuan. Pertanyaan yang dicoba jawab sejarawan adalah tentang ke mana arah dan tujuan perjalanan sejarah. Ke mana para pelaku sejarah hendakmembawa nasib kolektif umat manusia? Tema kedua tentang perubahan, yakni tentag pola-pola perubahan. Pola perubahan sejarah ini dibagi menjadi tiga; yaitu linier, sirkuler dan kaostik. Tema terakhir tentang kekuatan yang menjadi penggerak perubahan; apakah kekuatan penggerak itu berasal dari dunia konsep-ide atau bersumber dari dunia riel-materi. Sejarawan sepakat bahwa sejarah adalah perjalanan yang identik dengan perkembangan dan perubahan. Sejarah adalah periodisasi perjalanan umat manusia. Setiap periode memiliki karakteristiknya masing-masing . Sejarawan tertarik untuk menjelaskan karakteristik yang khas yang ada dalam setiap periode. Hegel mengajukan gagasan tentang “keberadaan spirit yang khas di dalam perjalanan sejarah yang bersifat periodik.

Foucault membahas tentang "diskontinuitas sejarah”. Sejarah memiliki watak diskontinuitas. Dan dengan konsep ini dia telah menjelaskan diri dalam filsafat sejarah. Dia tidak masuk gerbong sejarah spekulatif dengan cra kerja a priori-rasional, namun dia juga tidak masuk dalam gerbong sejarah Drysen-Diltheyan, yakni sejarah kritik dengan cara kerja a posteriori -empirik.

Manakala kita membaca The Order of Things…, kita menemukan satu kata kunci yaitu "episteme". Konsep ini oleh Foucault dikaitkan dengan sistem pengetahuan mencakup asumsi, prinsip maupun pendekatan yang membentuk satu sistem yang mapan yang berlaku pada masa tertentu. Episteme juga merupakan suatu fondasi epistemologi pada masanya atau pada periodenya dan menjadi garis pembeda dan pemisah antara satu periode dari periode lainnya. Refleksi pemikiran Foucault ini terjadi setelah dia menggeluti periode-periode perkembangan pemikiran dari masa klasik, pertengahan, renaissans dan modern. Data sejarah tentang periode pemikiran memperlihatkan kepada kita keabsahan doktrin Foucault tersebut. Penulis ingin memberi satu misal konkrit episteme periode modern menyusul temuan teori ilmiah Kopernikus tentang pusat jagad raya yang menumbangkan teori yang selama ini diyakini, yakni teori geosentris sementara temuan Kopernikus menunjuk bahwa "matahari dan bukan bumi" yang menjadi pusat jagad raya. Temuan ini ternyata memperoleh sambutan positif para generasi ilmuwan setelahnya. Dalam perkembangannya, keadaan ini (temuan teori ilmiah di dalam astronomi) diyakini oleh para ilmuwan karena ketepatan metodologi yang diaplikasikan dalam penelitian. Selanjutnya, metodologi astronomi ini diterapkan dalam disiplin ilmu kealaman, fisika-kimia, atom, lalu memasuki biologi, dan kemudian diasumsikan oleh aliran positivisme untuk diadop oleh ilmu kemanusiaan termasuk soiologi. Kondisi ini menimbulkan perdebatan epistemologi yang selama ini tidak pernah muncul dalam sejarah perkembangan ilmu pengetahuan pada periode sebelum abad modern. Doktrin aliran positivisme menegaskan, jika ilmu-ilmu kemanusiaan dan sosial ingin mencapai kemajuan yang memadai seperti dialami ilmu-ilmu kealaman, maka tidak bisa lain selain harus megadop metodologi ilmu-ilmu alam. Perdebatan metodologi ini melahirkan dua kubu yang berseberangan; pertama kubu yang bersikap anti metodologi naturalistis, sementara yang kedua bersikap pro metodologi naturalistis. Perdebatan episteme ini merupakan isu yang khas yang terjadi pada periode modern. Bandingkan dengan perdebatan episteme abad pertengahan yang mempersoalkan masalah utama saat itu, yakni, apakah universal (ide) itu riel tidak riel. Jika riel apakah dia berupa materi ataukah non materi. Perdebatan episteme khas abad pertengahan tentang masalah di atas (tentang universal) melahirkan dua kubu yang berseberangan, yakni kubu realismus dan kubu nominalismus (dua istilah yang khas dan hanya berlaku pada abad pertengahan). Di antara dua kubu yang berseberangan itu lahir kubu yang moderat. Kubu moderat ini ada dalam periode abad pertengahan maupun abad modern namun wacana praktisnya yang berbeda.

Melalui metode arkeologi, Foucault berusaha menggali masing-masing episteme dari setiap periode. Episteme sekaligus juga digunakan olehnya untuk menjadi pisau analisis terhadap sistem pengetahuan yang diproduk oleh berbagai wacana praktis pada masanya. Menurut Foucault,segala apa yang membentuk ilmu pengetahuan pada masanya banyak ditentukan oleh wacana praktis tersebut. Data tentang episteme setiap periode menegaskan bahwa periode abad pertengahan tidak meneruskan episteme periode abad Yunani (baik Yunani klasik, Helenis maupun Griko-Roman). Demikian juga, episteme periode abad modern bukan kelanjutan dari abad pertengahan. Dari pembacaan sejarah pemikiran dengan pendekatan episteme ini Foucault menyadari bahwa perjalanan sejarah ilmu pengetahuan bukan perjalanan garis sambung yang melanjutkan garis sebelumnya. Kondisi ini menjadi inspirasi bagi dirinya untuk merumuskan konsep "diskontinuitas sejarah". Jika arkeologi berada di garda depan dalam proses ilmiah, maka diskontinuitas sejarah berada di garis akhir dari proses itu; katakanlah bahwa diskontinuitas merupakan kesimpulan studi yang berangkat dengan pendekatan arkeologi.

Demikianlan Foucault mengaplikasikan tema "episteme" untuk mengetahui dan menjelaskan karakteristik setiap periode pemikiran atau perkembangan ilmu pengetahuan. Meskipun tidak mirip sama, sebelumnya Hegel telah melakukan pembacaan periode sejarah menggunakan tema "spirit zaman". Sejarah yang dibaca dengan tema spirit zaman bukan sejarah pemikiran atau perkembangan pengetahuan melainkan sejarah suatu bangsa. Perjalanan sejarah suatu bangsa dibaca oleh Hegel secara periodik. Setiap periode ditandai oleh spirit zamannya. Spirit zaman dalam perjalanan sejarah menjadi karakter khas zaman itu dan berbeda dari zaman sebelum atau sesudahnya. Misal, spirit zaman bangsa masa penjajahan, spirit zaman pada masa awal kemerdekaan, spirit zaman dalammengisi kemerdekaan, spirit zaman pada masa reformasi saat ini.

Foucault berpandangan bahwa wacana praktis dapat dilihat sebagai suatu struktur
yang sistematis yang memberi sumbangsih untuk membangun episteme pada setiap periode tertentu. Dengan bantuan episteme, kita dapat membuat garis pemisah yang membedakan antar satu periode dari periode lainnya atas dasar wacana paktis episteme pada masanya. Hegel berkata, setiap periode sejarah memiliki spirit zamannya sendiri. Baris akhir dari alinea ini adalah bahwa tema episteme dan tema spirit zaman dapat dijadikan sebagai pisau analisis untuk membedah periodisasi sejarah dan keduanya berujung pada, "diskontinuitas sejarah" mrtupsksn bagian yang mungkin terjadi".

Arkeologi atau analisis arkeologis sebagai teknik analisis sejarah pertama kali diwacanakan oleh Foucault dalam karyanya, "The Birth of Clinic: The Archeology of Medicine ". Karya ini bertujuan menyelidiki permulaan ilmu kedokteran yang mengalami pertumbuhan, perkembangan dan perubahan epistemologi secara cepat seperti apa yang terjadi pada akhir abad 18 dan awal abad 19. Tema arkeologi muncul kembali dalam karyanya berjudul, "The Order of Things: The Archeology of Human Sciences". Seperti sebelumnya, karya ini bertujuan menyelidiki asal usul lahirnya ilmu kemanusiaan. Dalam karya ini, secara khusus dia membuat klasifikasi sejarah Eropa menjadi tiga karakter periode yakni periode klasik, renaissans dan modern. Tentu klasifikasi ini didasarkan atas episteme yang muncul dalam wacana praktis pada setiap periode. Menurutnya, ada perbedaan episteme dari tiga periode tersebut dan keadaan ini menajamkan pandangannya dalam melihat sejarah tidak sebagai sebuah totalitas yang utuh tanpa terjadi pecahan dan perbedaan karena perjalanan sejarah juga tidak kontinuitas. Sejarah dalam wacana Foucault dibatasi pada sejarah pemikiran atau sejarah pengetahuan. Foucault memahami sejarah tidak sebagai garis sambung yang menghubungkan satu periode dengan periode lainnya melainkan sebuah perjalanan yang terjadi diskontinuitas.
Penulis tidak ingin terlibat diskusi apakah memasukkan Foucault dalam strukturalisme dengan alasanterrtentu atau tidakmemasukkannya dengan alasanterrtentu. Penulis hanya ingin sekedar membuat paparan cirri-ciri strukturalisme. Ada tiga ciri paling tidak; yaitu:
Pertama, strukturalisme menekankan pada satu keutuhan totalitas. Struktur terdiri dari unit-unit fungsional yang berfungsi menjaga, mempertahankan dan melestarikan eksistensi dan stabilitas struktur.
Kedua, Struktur tidak sekedar memahami apa yang ada di atas permukaan, atau fakta inderawi yang kasat mata melainkan mencoba memahami apa yang berada di balik permukaan, strukturalisme berusaha menjelaskan apa yang ada di balik permukaan. Ia tidak sekedar mengumpulkan fakta jumlah masjid melainan menjelaskan masjid sebagai simbul untuk…, masjid memberikan peran dalam……
Ketiga, Struktur juga berupaya menemukan norm-norma, aturn-aturab, sanksi, ideologi yang ada dibalik struktur, power, dominasi, peran, mekanisme hubungan, mekanisme pergantian pimpinan, mekanisme pencopotan dan semunya itu saling berhubungan dalam upaya untuk menjaga dan mempertahankan struktur, masalah ideologi yang mewarnai. Keempat, strukturalisme memberikan perhatian pada -unsur yang sinkronik dan diakronik. Diakronik berarti penelusuran sejarah suatu konsep atau istilah seperti new, neo, nova; kata katulistiwa ditelusuri sejarahnya yang berasal dari khattul istiwa, atau menelusuri konsep ahlul hall wal aqd secara histories. Sedangkan sinkronik menekankan pada penelusuran sistem, yakni hubungan satu konsep dengan lainnya . Konsep ahlul halli ini punya kaitan dengan kepemimpinan, dengan kriterianya atau dengan proses pemilihannya, atau dengan figure-figur yang akan dipilih dstnya. Ibarat sebuah batang, diakronik itu membelah batang menjadi dua lalu menelusuri satu seratnya mulai dari ujung sampai pangkalnya sementara sinkronik itu memotong (bukan membelah) batang dan akan kelihatan kaitan antar satu serat dengan serat lainnya.
Dalam perkembangannya, atrukturalisme menganalisis oposisi binar (binary opposition), satu pasangan yang berlawanan; laki-laki perempuan, dominan, subdominan, presen dan absen, rasional-non rasional/irasional, kelas majikan, kelas buruh-proletariat, modern tradisional, ekstrim, moderat. Dalam berbagai kasus rumah tangga utamanya tentang kekerasan rumah tangga, maka yang selalu dihadirkan adalah kekerasa suami atas isteri, kekesaran orang tua atas anak. Apakah oposisi binar yang sering hadir dalam masa reformasi ini? Pertanyaan semacam ini jelas menunjuk pada strukturalisme meskipun secara eksplisit sang penanya tidak mengatakan dirinya seorang strukturalisme Jawaban sederhana mengatakan oposisi binar lazim terjadi pada pemilu kada karena selalu menghadirkan oihak yang menang dan pihak yang kalah. Kepentingan structuralisme adalah membuat analisis secukupnya terhadap binari oposisi ini.


Genealogi: Refleksi Kuasa dan Pengetahuan
Di atas telah disinggung bahwa kuasa adalah satu mode berada dan seing menjadi arus utama, baik untuk tujuan pembangunan budaya atau penghancuran melalui konflik dan peperangan. Kuasa senantiasa ada dalam setiap gerakan pikiran maupun tindakan manusia. Kuasa tidak harus melekat pada institusi, struktur atau sistem. Kuasa adalah sebuah nama yang diaplikasikan manusia di dalam atau kepada sebuah situasi strategis yang kompleks dalam suatu masyarakat tertentu. Kuasa juga bukan merupakan sesuatu yang diperoleh atau didapatkan atau sesuatu yang dibagi-bagikan. Kuasa adalah relasi peran produktif dalam kehidupan sosial budaya . Kata Foucault selanjutnya. Kuasa dikembangkan melalui berbagai media terutama media pengetahuan karena ia selalu menjalin hubungan yang saling berkait dengan kuasa untuk kemudian mengkonstruksi wacana.
Ketika memasuki tahun 70 an Foucault memberikan pehatiannya pada genealogi. Pada sisi ini tampak ada pengaruh Nietzsche pada dirinya . Jika arkeologi menekankan pada penyelidikan terhadap wacana praktis utamanya tentang alur logika serta pesan yang dikandung dalam setiap wacana, maka genealogi menekankan pada proses yang melahirkan klaim keabsahan ilmiah atau apa yang lebih sering disebut kebenaran ilmiah. Dengan menerapkan analisis historis, genealogi sebagai salah satu teknik analisis meneliti asumsi-asumsi atau premis yang dibangun para pelaku (ilmuwan) serta obyek yang menjadi fokus perhatian genealogi. Tetapi dengan genealogi, Foucault tidak sedang memberikan contoh konkrit bagaimana seorang ilmuwan bekerja secara ilmiah. Fokus sentral dari genealogi adalah pada hubungan timbal balik antara kuasa dengan pengetahuan, atau jika boleh meminjam istilah hermeneutika, hubungan antara otoritas dengan otonomi. Kuasa dioperasionalkan dalam situasi ilmiah yang merupakan masyarakat ilmiah menggunakan wacana ilmiah praktis dalam upaya pengembangan budaya ilmiah semisal lingkaran Wina, Madzhab Frankfurt, masyarakat ilmiah yang dibentuk Galileo di dalammana Newton adalah salah satu anggotanya, Romantisisme, sebuah wadah yang di dalamnya para fisuf yang aktif melakukan diskusi.


Surabaya, 19-Agustus-2010
a. khozin afandi







Referens

Berten, K, Filsafat Barat Abad XX, jilid II, (Jakarta, Gramedia)996.
Copernicus, "On the Revolution of the Heavenly Spheres", dalam The Great Books of the Western Works, vol. 28, (Chicago, William Bentham,), 1986.
Davidson, Arnold, I, "Archeology, Genealogy and Ethics" dalam antologi David Cozen Hoy (ed.), Foucault; A Critical Reader, (Oxford, Basil Bleckwell), 1986.
Dreyfus dan Rabinow, Michel Foucault: Beyond Structuralism and Hermeneutics (Chicado, The University of Chicago Press), 1983.
Foucault, Michel, History of Sexuality vol. 1; An Introduction, tr. (New York, Harper and Row), 1978
Foucault,..., Madnessand Civilization, iscipline and Punish, The birth of Prison, (New York, Penguin Book, tt).
Foucault,..., Nietzsche, Genealogy, History, (New York, Cornel University Press), 1977
Foucault,..., The Order of Discourse,(London, Routledge & Keagan Paul,) 1981.
Foucault,…, Archeology of knowledge and Discourse of Language, (New York, Pantheon Books), 1972
Foucault,..., The Order of Things, The Archeology of Human Sciences, (New York, Vintage Books), 1994.
Habermas, "Taking Aim at the Heart of The Present" dalam antologi David Couzens Hoy, (ed), “Foucault Reader: A Critical Reader”, (Oxford; Basil Blackwell), 1986
Kant, The Critique of Pure Reason, dalam " Great Book of Western World, vol. 7, (Chicago, William Bentham, 1986)
Salomon, Jean-Jacques. Science and Politics, (Cambridge, The M.I.T., Press, 1973)
Suyono, Seno Joko, Tubuh yang Rasis: Telaah Kritis Michel Foucault Atas Dasar Pembentukan diri Kelas Menengah Eropa (Yogyakarta, Pustaka Pelajar), 2002
Taliafero, "introduction To The Almagest" dalam The Great Books of…., vol. 16, (Chicago, William Bentham), 1986

Senin, 03 Mei 2010

Memilih Paradigma 3

Paradigma perubahan

I

Di awal tulisan yang membahas perubahan, Stumpf menurunkan teori perubahan yang menyatakan demikian, "perubahan kuantitatif menyebabkan terjadi perubahan kualitatif ditandai dengan munculnya kualitas baru yang berbeda dari kualitas sebelumnya. Stumpf memberi contoh perubahan kimiawi. Air yang dipanasi api akan menjadi uap. Uap merupakan kualitas baru yang berbeda dari sebelumnya. Dalam contoh fisika dapat dinyatakan demikian, ada satu hanya berisi air putih, lalu dimasukkan gula dan teh. Perubahan kuantitas ini melahirkan kualitas baru yakni yang berbeda dari sebelumnya. Pertanyaan yang segera muncul, apakah teori di atas dapat dipakai untuk menjelaskan perubahan kehidupan manusia baik untuk perubahan individu maupun perubahan sosial? Tentu dapat meski tidak sama persis dengan perubahan kimia dan fisika. Obyek kimia dan fisika adalah benda-benda tanpa memiliiki keinginan, motivasi dan nasib masa depan. Sehingga analisis pwerubahan dalam kehidupan manusia tidak melulu dilihat dari sisi kuantitatif mlainkan juga analisis kualitatif. Si X, misalnya, tidak punya uang sepeserpun, tiba-tiba dia memperoleh keberuntungan memenangkan hadiah ratusan juta rupiah.. Apa terjadi perubahan pada si X? Pertanda perubahan dalam manusia dilihat dari state of mind dan pada actionnya. Demikian juga jika kuantitas yang menambah adalah ilmu pengetahuan atau ketrampilan. Perubahan pada diri seseorang juga dapat dianalisis dari perubahan status. Dari status pengangguran menjadi pns atau karyawan swasta setelah melalui tes penerimaan. Dari status lajang menjadi kepala keluarga melalui pernikahan. Perubahan status membawa perubahan peran. Status seseorang – setiap kali- dapat dapat berbeda. Di dalam rumah, statusnya sebagai keluarga, tetapi di luar rumah, dia adalah pmpinan sebuah partai, sementara di kampung di mana dia tinggal hanya sebagai warga biasa sebagaimana yang lain. Setiap kali statusnya berubah, maka akan diikuti perubahan peranan. Apakah ini sudah dapat disebut perubahan sosial? Jika belum, pertanyaan yang muncul, apa yang dikehendaki dengan perubahan sosial?
Analisis terhadap perubahan sosial bukan analisis yang bersifat individual seperti dalam contoh di atas, melainkan analisis struktural, yakni analisis yang terkait dengan sistem sosial. Dari sini ilmuwan membedakan dua tipe perubahan yakni perubahan sistem sosial, dan perubahan di dalam sistem sosial atau, "a change of a social system and a change within a social system". Perubahan sistem sosial adalah perubahan yang berakibat pada runtuhnya struktur lama dan lahirnya system baru (misal. perubahan dari LKMD menjadi BPD; dari Institut atau Sekolah Tinggi menjadi Universitas). Ini merupakan contoh perubahan sistem sosial. Sedangkan perubahan di dalam sistem sosial terjadi jika norma-norma, aturan-aturan, persepsi, keyakinan, metode dan teknik yang selama ini berjalan mengalami perubahan sedangkan institusi sebagai sistem sosial tetap eksis dan tidak berubah.. Perubahan di dalam sistem sosial ini berkonotasi kepada penyesuaian unit-unit terhadap teknologi modern atau temuan-temuan baru teori ilmiah. Contoh dari yang terkhir ini semisal lahirnya pendidikan tingkat usia dini. Perubahan ini tidak menghilangkan sistem pendidikan taman kanak-kanak.

II

Dibanding dari teori fungsionalisme dan teori konflik, teori perubahan memperoleh respons dari sejumlah ilmuwan yang jauh lebih banyak. Ini dapat dilihat dari buku bunga rampai himpunan Amitai Etzioni dan Eva Etzioni-Halevy. Buku ini menghimpun tidak kurang dari lima puluh penulis tentang perubahan., Etzioni membaginya menjadi dua; pertama, teori-teori klasik dan kedua, teori-teori modern. Ada sembilan penulis yang masuk dalam kategori teori klasik; sisanya kurang lebih empat puluh penulis masuk dalam teori modern. Tentang tema tulisan. Dia membagi tema tulisan menjadi lima: tema; tema tentang sumber dan pola-pola perubahan; tema tentang bidang (ruang lingkup) perubahan; tema tentang asal-usul perubahan, pola-pola perubahan, tema tentang level perubahan, tema tentang proses perubahan. Buku antologi tersebut diberi judul, "Social Change: Sources, Patterns and Consequences". Seorang peneliti yang berminat meneliti "perubahan sosial" terbantu menentukan fokus penelitian, permasalahan penelitian sekaligus data yang relevan yang hendak dikumpulkan serta analisis data dan penjelasannya.
Level perubahan mencakup perubahan level rumah tangga, birokrasi, lembaga sosial, budaya, politik, pendidikan. Ruang lingkup perubahan antara lain pertanian, pertanahan, pertambangan, kelautan, kehutanan, perdagangan, pendidikan, perekonomian, pertahanan-keamanan, industri baik industri barang maupun jasa.

III
Di abad modern ini, perubahan yang amat mencolok adalah perubahan teknik industri dari tradisional yang bertempu pada tenaga hewan dan atau manusia ke teknik modern yang bertumpu pada tenaga mesin. Kenyataan ini dipersepsikan sebagai revolusi industri. Industri modern atau pabrik-pabrik modern dalam berbagai usaha terus tumbuh dan berkembang Implikasi dari berdirinya industri modern adalah diperlukan organisasi atau lembaga yang terdiri dari unit-unit yang mempunyai wewenang dan tanggung jawab. Bagian yang menangani bahan mentah, bagian yang menangani proses produksi, bagian yang menangani pemasaran dan distribusi. Munculnya idustri modern berpengaruh pada dunia pendidikan sebagai lembaga yang memasok tenaga kerja yang dibutuhkan oleh industri modern.
Tentang teori perubahan sosial, Etzioni menurunkan beberapa tulisan. salah satunya adalah teori perubahan fungsional gagasan Talcott Parsons. Parson mendiskusikan pertumbuhan dan perkembangan suatu lembaga secara kuantitatif dan kualitatif. Secara kuantitatif, terjadi pertambahan jumlah populasi atau massa dalam lembaga. Dalam ranah perubahan kualitatif disebut dengan perubahan struktural, yakni ."proses diferensiasi struktural". Penulis ingin membuat satu contoh tentang pondok pesantren yang mengubah statusnya dari tradisional ke modern. Pada era tradisional, pondok tersebut menekankan pada materi kitab kuning dengan metode belajar sorogan dan weton. Materi kitab kuning mencakup tauhid, fiqh, tata bahasa (nahwu dan sorof, tafsir dan hadis). Setelah berubah menjadi modern, materi pendidikan menyesuaikan diri dengan silabi dan kurikulum dari Diknas maupun Depag. Kini, pondok tersebut membuka berbagai jenjang pendidikan modern, tingkat Ibtidaiyah dan Sekolah Dasar, tingkat Tsanawiyah dan SMP, tingkat Aliyah dan SMA. Bahkan Pondok juga membuka jenjang perguruan tinggi baik dalam jalur Diknas maupun Depag. Dengan bertambahnya kuantitas jenjang pendidikan, bertambah pila populasi siswa dan mahasiswa. Pendidikan pondok modern kini tidak berkisar pada kitab kuning. Seperti pendidian modern yang lain, pendidikan di Pondok juga mempersiapkan anak didik memasuki pasar kerja. Parsons mengatakan bahwa, pertumbuhan dan perkembangan suatu lembaga dapat dijelaskan secara kuantittaif serta kualitatif. Perubahan kualitatif yang dimaksudkan olehnya adalah perubahan struktural. atau proses diferensiasi structural, the process of structural differentiation" (dalam Etzioni, 1973; 72-74).. Diferensiasi didefinisikan sebagai perubahan dari multi fungsi dalam struktur menjadi spesifikasi fungsi yang berbeda-beda dalam struktur. Spesifikasi yang mengurusi bahan baku, spesialisasi yang menangani proses produksi, spesifikasi yang menangani distribusi dan pemasarn, spesifikasi yang menangani keuangan dan karyawan dstnya. Diferensiasi juga bermaksud menghindari terjadinya multi fungsi dalam struktur. Etzioni memberikan contoh industri rumah tangga yang mengalami perkembangan pesat yang kemudian menjadi pabrik modern dalam mana tuntututan diferensiasi struktural tidak dapat dihindari.

IV

Sumber perubahan: endogenous dan exogenous
Istilah endogenous menunjuk kepada unsur atau faktor internal, sebaliknya exogenous kepada unsure eksternal atau factor eksternal. Umumnya, sumber perubahan tak lepas dari dua faktor tersebut. Masalah yang mungkin muncul adalah factor mana yang lebih dominan. Umumnya, faktor internal menunjuk pada gejala ketegangan, pergolakan, kontradiksi, konflik atau perselisihan. Faktor-faktor ini menjadi arus yang memiliki kekuatan melebihi mekanisme stabilisasi atau ekuilibri. Namun sebenarnya, factor internal tidak harus berbentuk perselisihan atau kontradiksi. Ia dapat berupa fakor kesadaran kolektif akan perluunya perubahan dalam struktur. Mulanya muncul kesadaran yang bersifat individual. Kesadaran pada level ini lalu dikomunikasikan kepada anggota lain untuk memperoleh respons sebanding. Manakala respons makin bertambah maka gagasan perubahan yang masih bersifat ide mengalami perkembangan dan dimatangkan menjadi suatu konsep yang terencana. Sisi lain sumber perubahan adalah faktor eksternal. Sumber eksternal berpengaruh karena suatu lembaga merupakan sub sistem dari sosial budaya yang selalu mengalami perkembangan dan perubahan. Budaya modern selalu menghasilkan temuan-temuan baru baik berupa teknologi maupun teori ilmiah. Sebagai sub sistem dari sistem sosial budaya yang lebih komprehemsif, suatu institusi selalu berdialog dan berkomunikasi dengan temuan temuan baru. Dialog dan komunikasi merupakan pintu masuk faktor eksternal ke dalam institusi. Melalui seleksi yang menggunakan kriteria relevansi, temuan-temuan teknologi baru yang dipertimbangkan relevan amat mungkin berpengaruh kepada institusi tersebut untuk melakukan perubahan.

Surabaya, 03-05-2010

a. khozin afandi

Jumat, 26 Maret 2010

MEMILIH PARADIGMA 2 : PARADIGMA TEORI KONFLIK

Masyarakat dalam wawasan teori fungsionalisme struktural, atau fungsionalisme, menyatakan:
1.setiap masyarakat merupakan konfigurasi dari elemen-elemen yang terdapat di dalamnya lengkap dengan aktivitas mereka masing-masing.
2.setiap masyarakat merupakan konfigurasi dari unit-unit yang terintegrasi dengan baik.
3.setiap unit di dalam masyarakat memberikan sumbangsih secara fungsional. Kehidupan sosial dalam pandangan teori analisis fungsional seperti kehidupan bilogi yang digambarkan oleh W. B. Canon yang menyatakan bahwa organism hidup itu mensyaratkan kondisi yang relatif konstan dan stabil. terjaga kesehatannya, stabil dan seimbang Untuk tujuan itu maka unit-unit yang merupakan bagian-bagian dari organ tubuh harus fungsional, aeperti sirkulasi darah alnacar, jantung, ginjal, paru-paru juga berfungsi .

Dalam wawasan teori konflik
1.konflik merupakan bagian fakta sosial-b. Dari itu maka ada saat-saat tertentu terjadi konflik sosial;
2.konflik sosial merupakan gejala umum. Istilah konflik bergerak mulai dari perbedaan, perselisihan, pertengkaran sampai dengan adu fisik.

Dua model wawasan tentang masyarakat
Teori consensus Teori konflik
1. Norma dan nilai adalah unsur dasar dalam kehidupan sosial 1. kepentingan adalah unsur dari kehidupan sosial
2. kehidupan sosial melibatkan komitmen 2. kehidupan sosial melibatkan dorongan
3. masyarakat perlu kohesi 3. kehidupan sosial perlu terbagi
4. kehidupan sosial bergantung pada solidaritas 4. kehidupan sosial melahirkan oposisi
5. kehidupan sosial didasarkan atas kerja sama dan saling resiproritas 5. kehidupan sosial melahirkan konflik structural
6. sistem sosial bertahan pada konsensus 6. kehidupn sosial melahirkan kepentingan dan kompetisi
7. masyarakat mengenal otoritas legitimasi 7. diferensisi sosial melibatkan kekuasaan
8. sistem sosial diintegrasikan,
9. sistem sosial cenderung bertahan stabil 8. sistem sosial tidak sebatas integrasi tetapi juga kontradiksi,
9.sistem sosial cenderung berubah


Dahrendorf sebagai pelopor teori konflik sejak awal menekankan bahwa teorinya tidak bermaksud menggantikan teori konsensus. Setiap teori berurusan dengan realitas yang berbeda . Stabilitas dan perubahan, integrasi dan konfllik, konsensus dan kekerasan merupakan binar opisisi yang benar benar ada dan nyata dalam kehidupan masyarakat.
Lahirnya teori konflik dilatari oleh ketidak puasan terhadap teori fungsionalisme yang hanya menekankan pada kehidupan sosial yang harmoni, berjalan stabil, berlangsung secara normatif dan dalam keadaan ekuilibrium. Teori konflik sosial menjelaskan sebab-sebabnya, proses kejadiannya, juga menjelaskan manfaat dan konsekwensi-konsekwensi dari konflik itu sendiri, serta kemungkinan munculnya perubahan sosial pasca konflik. Penjelasan ilmiah yang memadai amat diperlukan sedangakn teori analsisis fungsional tidak menyentuhnya sama sekali. Dua figur dari teori ini adalah Dahrendorf dan Lewis Coser.

Gambaran tentang konflik
Istilah "konflik" bergerak mulai dari perbedaan pendapat atau sikap, perselisihan, pertentangan, perpecahan, perselisihan, perdebatan sengit, adu mulut, sampai benturan fisik. Setelah bapaknya yang telah merintis industri rumah tangga wafat, kini dua anak kandungnya berbeda pendapat. Sang kakak meneruskan rintisan orang tua industri kulit, sementara adiknya merintis garmen. Keduanya lalu bersepakat untuk berbeda, atau dalam bahasa lainnya "agree in disagreement". Dalam kehidupan politik pun bias terjadi, yang satu ikut tim sukses calon B, yang lainnya tetapi partainya sama memilih menjadi bagian dari tim sukses calon X. Namun mereka sejak awal telah mensepakati menempuh jalan berbeda.

Menemukan permasalahan
Beberapa konsep di dalam teori ini dapat membantu peneliti menemukan permasalahan penelitian.
a. Asal-usul dan tipe konflik: exogenous dan endogenous
b.Apa ada elemen-elemen di dalam struktur yang tidak berfungsi yang terindikasi menyebabkan terjadi ketegangan yang dapat mengarah kepada percekcokan,
c. kekerasan merupakan bagian dalam kehidupan sosial. Apakah klas yang dominan memilih menggunakan kekerasan daripada dialog,
d. Kondisi apa yang terjadi selama dan setelah konflik.
e. dinamika konflik/konflik periodik
Konsep ini merujuk kepada proses politik yang lazim disebut "pemilu".Konflik-konflik dalam proses politik ini mengalami gerak dinamis secara periodik periodik. Proses pemilu dibagi secara periodik; di setiap periode memiliki karakteristiknya sendiri-sendiri menyangkut pihak-pihak yang terlibat, permasalahan dan materi konflik, pemecahan konflik. Mungkin secara garis besar, periode pemilu dapat dipilah menjadi tiga, pertama periode persiapan sampai pendaftaran, kedua, periode proses pelaksanaan, penghitungan dan penetapan; periode pasca penetapan. Ini yang dimaksud dengan dinamika atau konflik periodik.
Beberapa aspek
Beberapa aspek dalam konflik antara lain aspek politik, sosial dan antropologi.

Aspek Politik
Pada abad ke sembilan belas Karl Marx menyatakan bahwa seluruh sejarah kehidupan sosial adalah pejuangan kelas. Engels menganalisis konflik klas dan Marx menjadikan konflik klas sebagai doktrin filsafatnya. Ada beberapa sarjana sosiologi awal yang memfokuskan kajian pada konflik sebagai proses yakni, George Simmel. baik konflik antar individu, individu dengan kelompok, internal maupun eksternal. Kemudian Lewis A. Coser menyatakan konflik sebagai proses. Aspek politik dalam konflik digambarkan oleh Gorbachev dalam bukunya "Perestroika". Pada paragraf dengan titel "Konflik Regional". berisi pemikirannya yang didiskusikan dengan Presiden Reagan . Di bawah ini beberapa pokok pikiran Gorbachev:
1.Konflik yang terjadi di Asia, Afrika dan Amerika latin disebabkan oleh keadaan yang menghimpit di antaranya sebagai akibat penjajahan masa silam.
2.Krisis dan konflik merupakan persemaian bagi terorisme internasional. Uni Sovyet menolak terorisme dan bersedia bekerja sama sekuat tenaga dengan Negara-Negara lain untuk membasmi kejahatan ini.
3.Di timur Tengah konflik antara Israel dengan Plaestina telah berlangsung bertahun-tahun. Timur Tengah merupakan simpul kusut tempat kepentingan banyak Negara terlibat.. Timur dan Barat perlu ikut membuka simpul ini dan hal ini penting bagi seluruh dunia. Harus ada sikap aktif dan mendukung upaya mencari jalan mengakhiri kemandekan di Timur Tengah.
Di halaman lain Gorbachev membahas kondisi di sekitar pertemuan Reykjavik.
"Semua yang dibicarakan di Reykjavik bersangkutan langsung dengan Eropa. Dalam pertemuan kami dengan Amerika Serikat, ami tidak pernah melupakan kepentingan Eropa. Sebelum pertemuan Reykjavik, saya bertemu dengan para kepala Negara dari sejumlah Negara Nato Eropa Barat, yaitu Poul Schluter dari Denmark, Rudolph Lubbers dari Belanda, Gro Harlem Brundtland dari Norwegia, Steingrimur Hermannsson dari Eslandia dan Amintore Fanfani serta Giulio Andreotti, wakil pimpinan Italia. Kami banyak berdiskusi mengenai masalah Eropa dan perlucutan senjata".
Saya mendengar banyak komentar menarik dari lawan bicara saya.
"Sesudah itu, kami dalam kepemimpinan Soviet memikirkan dengan serius argumentasi dan gagasan mereka dan bagian-bagian yang kami anggap benar, kami perhitungkan dalam kebijakan kami, khususnya, hal yang menyangkut Euromissiles. Tetapi ada juga perselisihan yang terutama dipanaskan oleh Margaret Thatcher dan Jacques Chirac tentang konsep mereka dan gagasan umum NATO mengenai "penangkal nuklir". Saya mengungkapkan rasa heran saya kepada mereka atas kegemparan yang ditimbulkan oleh pertemuan Reykjavik di beberapa ibu kota Barat. Tidak ada alasan apa pun untuk menganggap bahwa hasilnya merupakan ancaman terhadap keamanan Eropa Barat. Kesimpulan dan penilaian demikian adalah buah pikiran kuno mengenai masa perang Dingin".
Dalam berbicara dengan para pemimpin dari luar negeri seringkali saya mengajukan pertanyaan langsung, apakah anda percaya bahwa Uni Soviet berniat menyerang negeri anda dan Eropa Barat umumnya? Nyaris semuanya menjawab, "tidak". Tetapi sebagian mereka segera mengajukan keberatan dengan mengatakan bahwa besarnya kekuatan militer USSR itu sendiri menciptakan ancaman potensial. Orang memang dapat memahami penalaran demikian ini. Akan tetapi penalaran demikian ini akan menjadi kabur ketika gengsi dan kehebatan nasional dikaitkan dengan pemilikan senjata nuklir walaupun jelas sekali bahwa bila suatu perang nuklir pecah persenjataan ini hanya akan mengundang serangan dan tidak mempunyai arti nyata lainnya.
Ketika kami berbicara mengenai perlucutan senjata sebagai unit utama yang harus dipasang pertama dalam pembangunan sebuah rumah bersama Eropa, kami maksudkan terutama kekuatan nuklir Eropa, Inggris dn Perancis. Uni Soviet mmperlihatkan kepercayaan besar kepada Eropa Barat dengan menyetujui, selama perundingan mengenai perlucutan senjata yang sedang berlangsung untuk tidak memperhitungkan potensi nuklir mereka. Motif utama di balik gerakan ini adalah bahwa kami mengesampingkan bahkan dalam pikiran kami, tidak ada rencana strategis apa pun kemungkinan perang dengan Inggris atau Perancis apalagi dengan negara-negara Eropa non nuklir" .

Konstitusi: instrument integrasi
Perjanjian berguna untuk menjaga perbedaan identitas dan karakteristik masing-masing pihak sementara itu konstitudi atau instrument integrasi menyatukan entitas-entitas yang berseberangan saling mengikat kesepahaman.
Contoh, Triple Aliansi antara Jerman, Austria-Hungaria, dan Italia memiliki instrument integrasi sebagai konstitusi bagi mereka bersama yang berkepentingan menjaga eksistensi dan keamanan dari ancaman pihak luar. Munculnya aliansi ini menyebabkan lahirnya aliansi lain yang dikenal dengan Triple Entente yang beranggotakan Rusia, Inggris dan Perancis. Perang Dunia I, menjadi batu ujian kekuatan mereka masing-masing yang salama ini selalu bersaing dalam berbagai hal, tentang koloni, tentang perbatasan Negara, tentang persaingan ekonomi dan kekuatan militer dan persenjataan.
2. Daya tahan konstitusi
Tentang berapa lama konstitusi dapat bertahan tergantung pada dua hal:
a. kemampuan masing-masing pihak dalam hal kekuasaannya atau kamampuannya terkait dengan kepentingan mencapai keinginan,
b. tergantung pada ada atau tidak ada sejumlah ketidak puasan yang diungkapkan atau tuntuan-tuntuan yang bersifat harus dipenuhi dari pihak-pihak yang beraliansi. Keberlangsungan hubungan integrative juga tergantung pada kondisi-kondisi riel, misalnya, apakah perjanjian yang disepakati sebelumnya memberikan rasa kepuasan masing-masing partai atau pihak yang bertaham lama.
Aspek Sosial
Konflik dan integrasi
Hubungan sesama manusia, dalam bahasa agama menggunakan istilah "habl minan-nas" dijelaskan dengan dua proses; apakah koflik atau integrasi. Jika memilih hubungan konfliktual, maka paling tidak ada rumusan tentang kesepahaman, tentang aturan-aturan aktivitas dan misi perjuangan, atau minimal ada kesepakatan saling menerima perbedaan (agree to disagreement). Adanya rumusan dan norma yang mengikat kedua pihak akan menjadi kekuatan kontrol dan sikap ketaatan masing-masing pihak terhadap rumusan dan norma yang disepakati.
Sebaliknya, jika kontak awal hubungan untuk integrasi, ada kemungkinan terjadi konflik. Dalam sebuah kehidupan bersama selalu ada benih atau unsur yang memicu koflik. Level konflik bisa antar individu dalam sebuah institusi, antar kelompok, organisasi dan masyarakat.
Kompetisi
Salah satu bentuk konflik adalah kompetisi - antara lain - mengejar posisi yang potensial untuk masa depan, atau mempertahankan posisi; masing-masing berjuang keras untuk meraihnya dan mengalahkan pihak lain atau menjaga posisi dengan segala kekuatannya. Masing-masing dimaksud dapat bermakna individu dan bermakna kelompok.

Ada dua kekuatan yang bersaing untuk menjadi kekuatan dominan dalam sitem. Dalam kondisi seperti ini sering muncul rasa kuasa untuk menguasai dan melemahkan pihak lain Pihak lain ternyata tidak demikian mudah ditundukkan dan didominasi
Dalam situasi di mana kedua pihak merasa keberadaan dan kekuasaan yang dimiliki tidak bergantung pada kondisi satu dan lainnya , maka konflik semacam ini oleh Strausz-Hupe disebut "konflik berkepanjangan" (protracted conflict). Dengan demikian. problema yang dihadapi, menurut Boulding, adalah bagaimana mengontrol konflik agar tidakmeluas, misal, dengan membatasi ruang konflik.

Kompetisi
Kompetisi dapat memicu konflik. Tetapi sebenarnya, kompetisi dapat mengambil satu dari dua pilihan, apakah cara "setting konflik" atau "setting jual beli". Pilihan yang kedua berarti kedua pihak saling memperoleh keuntungan dari apa yang dilakukan. Terkadang sempat terjadi demikian, masing-masing ingin memperoleh keuntungan sebesar-besarnya meskipun harus dengan mereduksi perolehan pihak lain. Pilihan konflik dapat ditempuh dengan saling bersepakat.
Dua pedagang bersepakat menggunakan jasa iklan; dua pns bersaing dalam meniti karier. Dalam kasus-kasus di atas, tidak ada pihak yang ingin menghancurkan, merugikan atau melukai yang lain. Dua pihak yang berkompetisi berada dalam hubungan yang kooperatif, mereka dalam tujuan yang obyektif tanpa merugikan pihak lain

Instrumen integrasi
Rumusan untuk keperluan integrasi antar pihak-pihak yang konflik dapat dicapai dengan sejumlah cara. Instrumen-instrumen itu dapat masuk dalam kesadaran kolektif dan diterima tanpa pemaksaan. Instrumen-instrumen itu ditumbuh kembangkan melalui tindak konkrit dalam kebiasaan.
2. Aspek Sosial
Konflik sosial mungkin didefinisikan sebagai berjuang untuk meraih atau memperoleh status, kekuasaan dan sumber-sumber yang langka di mana maksud dari pihak-pihak yang konflik tidak hanya sebatas mencapai tujuan yang diinginkan tetapi juga usaha yang bertujuan meredakan, menghalangi atau mengeliminasi rival mereka.
Konflik merupakan realitas nyata dalam proses interaksi sosial. Tanpa maksud mengabaikan akibat negatif yang menyebabkan terpecahnya ikatan sosial, konflik sosial dalam banyak hal juga memberikan sumbangsih bagi mempertahankan keberadaan kelompok atau grup serta mempererat relasi-relasi sosial.
Perjuangan untuk meraih kekuasaan dan pengaruh merupakan tema-tema dari teori Pareto juga Mosca, Michels dan Sorel. Demikian juga pada tradisi klasik Jerman seperti Tonnies, Simmel dan Weber yang memandang konflik merupakan fenomena sosial yang bersifat umum. Weber, misalnya, menyatakan bahwa konflik tidak dapat dibuang dari kehidpan sosial… dan perdamaian tak lebih dari sekedar mengubah bentuk konflik atau mengubah bentuk antagonis atau mengubah obyek konflik atau pada akhirnya mengubah ke bentuk kesempatan-kesempatan seleksi". Simmel yang merupakan sosiolog angkatan pertama melakukan analisis tentang berbagai jenis konflik menyatakan bahwa konflik merupakan bentuk kehidupan sosial dan bahwa sejumlah perbedaan, sejumlah pertenangan intern dan kontroversi eksternal secara struktural terkait dengan elemen-elemen yang pada akhirnya mengarah kepada ikatan bersama dalam kelompok.
Jika masalah konflik dibahas maka pusat perhatian dicurahkan pada aspek-aspek yang bersifat memecah. Penekanan pada kebutuhan terhadap nilai-nilai yang bersifat umum dan kondisi harmoni mendorong para ilmuwn sosial seperti Lloyd Warner dan Talcott Parsons mempertimbangkan konflik sebagai jenis penyakit bagi kehidupan sosial-masyarakat.

Dampak struktural konflik
Dampak konflik pada struktur sosial bervariasi menurut tipe struktur itu sendiri. Dalam sturktur masyarakat yang longgar dan pluralistik dan terbuka, perbedaan pandangan yang bertujuan menyelesaikan kerasnya konflik antara dua pihak yang berseberangan mungkin berfungsi menstabilitaskan struktur. Jika pihak-pihak yang berseberangan diberi kesempatan berimbang menyampaikan wawasannya, maka konflik itu membantu menghilangkan sebab-sebab terjadinya perpecahan dan mengarah kepada terciptanya stabilitas. Dalam masyarakat yang longgar seperti itu, banyaknya kelompok sosial menjadikan warga memiliki pilihan berpartisipasi dalam kelompok yang diinginkan Banyaknya kelompok yang berbeda-beda memberi pilihan-pilihan karena tidak hanya satu kubu.
Dalam struktur sosial yang amat ketat, rigid dan dalam kelompok-kelompok yang amat tertutup, dampak dari konflik mungkin beragam sekali. Makin tertutup sebuah kelompok, dan makin meruncing konflik terjadi, maka makin tinggi pihak-pihak yang terlibat. Kelompok-kelompok yang bersifat tertutup cenderung menguasai seluruh kepribadian para angotanya; mereka dijadikan anggota yang fanatik dan memata-matai kelompok lain dan ingin memonopoli loyalitas anggotanya. Jika konflik yang terjadi dalam kelompok-kelompok sosial berusaha untuk mempertahankan kelompoknya masing-masing dengan berbagai cara, dan tidak ada usaha dialog untuk mencairkan kondisi, maka konflik-konflik semacam ini berkecendewrungan meruncing. Demikian ini dikarenakan dua sebab, pertama, anggota-anggota yang terhimpun dalam kelompok-kelompok semacam ini cenderung berupaya memobilisasi semua enerji untuk berjuang, kedua, konflik semacam itu tidak lagi membatasi pada masalah-masalah riel yang dihadapi tetapi meluas kepada hal-hal yang sebelumnya sudah tidak ingin diungkapkan. Semua penyebab konflik yang sebelumnya telah dikubur kini ditiup tiupkan antara satu dengan yang lain.
Ideologi dan konflik
Konflik bisa jadi makin meruncing atau makin keras mencapai tingkat di mana pihak-pihak yang bersaing menggunakan orientasi kolektif (atas nama kelompok atau lembaga) dan tidak sekedar orientasi individu dan dengan demikian perjuangan mereka itu bertujuan dikemas atas nama kepentingan kelompok bukan pribadi. Tujuan-tujuan yang bersifat ideologi kelompok dijadikan justifikasi dan dengan sarana apapun, para partisipan kelompok, memandangnya sebagai absah. Kaum intelektual, jika keberadaan mereka berfungsi sebagai "kaum ideologis" cenderung mengurangi atau meredakan konflik yang dianggapnya bersifat pribadi atau konflik interes. Tujuannya jelas yaitu mereka mengarahkan pihak-pihak yang konflik untuk lebih mementingkan kepentingan yang tidak hanya sesaat, pribadi atau golongan.

Konflik dan konsensus
Perbedaan antara konflik yang sudah keluar dari batas yang ditetapkan dalam konsensus sosial dengan konflik yang masih berada di dalam bangunan dasar konsensus pernah diungkap oleh Aristoteles. Konflik yang tidak menyerang basis konsensus dan tidak menimbulkan ancaman pada dasar-dasar konsensus cenderung mengarah pada usaha penyesuaian antara berbagai pihak dan di dalam hal ini memberikan sumbangsih bagi tercapainya integrasi yang lebih erat. Sebaliknya, konflik yang menyerang pada basis konsensus dari eksistensi kelompok dapat memecah dan membelah masyarakat ke dalam kubu-kubu yang saling menyerang atau warring camps
Kelompok-kelompok struktur yang longgar dan masyarakat-masyarakat yang pluralitas dan terbuka, mempersilahkan adanya konflik antara angota yang bersaing dan konflik dalam berbagai ragam. Itu merupakan jalan terbuka bagi masuknya beragam pendapat yang berbeda-beda sepanjang tidak membahayakan konsensus. Namun, dalam masyarakat atau komunitas yang ketat-rigid, sering mensikapi konflik dengan cara menekan dan menutup pintu dialog.
Fungi konflik
Gluckman berpendapat bahwa konflik yang tidak memecah sistem sosial, memberikan sumbangsih bagi keberlangsungan masyarakat. Berbagai konflik dalam masyarakat memicu terciptanya kreativitas, dan warga masyarakat memiliki pilihan-pilihan. Di sisi lain, konflik bisa jadi membantu mempertajam wawasan masyarakat sehingga mampu menganalisis faktor penyebabnya. Penyebab konflik dapat dianalisis atau diurai antara lain sbb; tingkat kepadatan penduduk, percepatan pertumbuhan penduduk, kondisi ekonomi dan tingkat penghasilan yang tidak merata, konflik interes atar penguasa daerah dengan pusat dalam masalah kebijakan, apakah ysng terkait dengan pajak, keuangan, perdagangan, keamanan, konflik interes antara klas dominan dengan klas subdominan, hegemoni versus kontra hegemoni.

Surabaya, 26-03-2010,
a. khozin afandi

MEMILIH PARADIGMA 2 : PARADIGMA TEORI KONFLIK

Masyarakat dalam wawasan teori fungsionalisme struktural, atau fungsionalisme, menyatakan:
1.setiap masyarakat merupakan konfigurasi dari elemen-elemen yang terdapat di dalamnya lengkap dengan aktivitas mereka masing-masing.
2.setiap masyarakat merupakan konfigurasi dari unit-unit yang terintegrasi dengan baik.
3.setiap unit di dalam masyarakat memberikan sumbangsih secara fungsional. Kehidupan sosial dalam pandangan teori analisis fungsional seperti kehidupan bilogi yang digambarkan oleh W. B. Canon yang menyatakan bahwa organism hidup itu mensyaratkan kondisi yang relatif konstan dan stabil. terjaga kesehatannya, stabil dan seimbang Untuk tujuan itu maka unit-unit yang merupakan bagian-bagian dari organ tubuh harus fungsional, aeperti sirkulasi darah alnacar, jantung, ginjal, paru-paru juga berfungsi .

Dalam wawasan teori konflik
1.konflik merupakan bagian fakta sosial-b. Dari itu maka ada saat-saat tertentu terjadi konflik sosial;
2.konflik sosial merupakan gejala umum. Istilah konflik bergerak mulai dari perbedaan, perselisihan, pertengkaran sampai dengan adu fisik.

Dua model wawasan tentang masyarakat
Teori consensus Teori konflik
1. Norma dan nilai adalah unsur dasar dalam kehidupan sosial 1. kepentingan adalah unsur dari kehidupan sosial
2. kehidupan sosial melibatkan komitmen 2. kehidupan sosial melibatkan dorongan
3. masyarakat perlu kohesi 3. kehidupan sosial perlu terbagi
4. kehidupan sosial bergantung pada solidaritas 4. kehidupan sosial melahirkan oposisi
5. kehidupan sosial didasarkan atas kerja sama dan saling resiproritas 5. kehidupan sosial melahirkan konflik structural
6. sistem sosial bertahan pada konsensus 6. kehidupn sosial melahirkan kepentingan dan kompetisi
7. masyarakat mengenal otoritas legitimasi 7. diferensisi sosial melibatkan kekuasaan
8. sistem sosial diintegrasikan,
9. sistem sosial cenderung bertahan stabil 8. sistem sosial tidak sebatas integrasi tetapi juga kontradiksi,
9.sistem sosial cenderung berubah


Dahrendorf sebagai pelopor teori konflik sejak awal menekankan bahwa teorinya tidak bermaksud menggantikan teori konsensus. Setiap teori berurusan dengan realitas yang berbeda . Stabilitas dan perubahan, integrasi dan konfllik, konsensus dan kekerasan merupakan binar opisisi yang benar benar ada dan nyata dalam kehidupan masyarakat.
Lahirnya teori konflik dilatari oleh ketidak puasan terhadap teori fungsionalisme yang hanya menekankan pada kehidupan sosial yang harmoni, berjalan stabil, berlangsung secara normatif dan dalam keadaan ekuilibrium. Teori konflik sosial menjelaskan sebab-sebabnya, proses kejadiannya, juga menjelaskan manfaat dan konsekwensi-konsekwensi dari konflik itu sendiri, serta kemungkinan munculnya perubahan sosial pasca konflik. Penjelasan ilmiah yang memadai amat diperlukan sedangakn teori analsisis fungsional tidak menyentuhnya sama sekali. Dua figur dari teori ini adalah Dahrendorf dan Lewis Coser.

Gambaran tentang konflik
Istilah "konflik" bergerak mulai dari perbedaan pendapat atau sikap, perselisihan, pertentangan, perpecahan, perselisihan, perdebatan sengit, adu mulut, sampai benturan fisik. Setelah bapaknya yang telah merintis industri rumah tangga wafat, kini dua anak kandungnya berbeda pendapat. Sang kakak meneruskan rintisan orang tua industri kulit, sementara adiknya merintis garmen. Keduanya lalu bersepakat untuk berbeda, atau dalam bahasa lainnya "agree in disagreement". Dalam kehidupan politik pun bias terjadi, yang satu ikut tim sukses calon B, yang lainnya tetapi partainya sama memilih menjadi bagian dari tim sukses calon X. Namun mereka sejak awal telah mensepakati menempuh jalan berbeda.

Menemukan permasalahan
Beberapa konsep di dalam teori ini dapat membantu peneliti menemukan permasalahan penelitian.
a. Asal-usul dan tipe konflik: exogenous dan endogenous
b.Apa ada elemen-elemen di dalam struktur yang tidak berfungsi yang terindikasi menyebabkan terjadi ketegangan yang dapat mengarah kepada percekcokan,
c. kekerasan merupakan bagian dalam kehidupan sosial. Apakah klas yang dominan memilih menggunakan kekerasan daripada dialog,
d. Kondisi apa yang terjadi selama dan setelah konflik.
e. dinamika konflik/konflik periodik
Konsep ini merujuk kepada proses politik yang lazim disebut "pemilu".Konflik-konflik dalam proses politik ini mengalami gerak dinamis secara periodik periodik. Proses pemilu dibagi secara periodik; di setiap periode memiliki karakteristiknya sendiri-sendiri menyangkut pihak-pihak yang terlibat, permasalahan dan materi konflik, pemecahan konflik. Mungkin secara garis besar, periode pemilu dapat dipilah menjadi tiga, pertama periode persiapan sampai pendaftaran, kedua, periode proses pelaksanaan, penghitungan dan penetapan; periode pasca penetapan. Ini yang dimaksud dengan dinamika atau konflik periodik.
Beberapa aspek
Beberapa aspek dalam konflik antara lain aspek politik, sosial dan antropologi.

Aspek Politik
Pada abad ke sembilan belas Karl Marx menyatakan bahwa seluruh sejarah kehidupan sosial adalah pejuangan kelas. Engels menganalisis konflik klas dan Marx menjadikan konflik klas sebagai doktrin filsafatnya. Ada beberapa sarjana sosiologi awal yang memfokuskan kajian pada konflik sebagai proses yakni, George Simmel. baik konflik antar individu, individu dengan kelompok, internal maupun eksternal. Kemudian Lewis A. Coser menyatakan konflik sebagai proses. Aspek politik dalam konflik digambarkan oleh Gorbachev dalam bukunya "Perestroika". Pada paragraf dengan titel "Konflik Regional". berisi pemikirannya yang didiskusikan dengan Presiden Reagan . Di bawah ini beberapa pokok pikiran Gorbachev:
1.Konflik yang terjadi di Asia, Afrika dan Amerika latin disebabkan oleh keadaan yang menghimpit di antaranya sebagai akibat penjajahan masa silam.
2.Krisis dan konflik merupakan persemaian bagi terorisme internasional. Uni Sovyet menolak terorisme dan bersedia bekerja sama sekuat tenaga dengan Negara-Negara lain untuk membasmi kejahatan ini.
3.Di timur Tengah konflik antara Israel dengan Plaestina telah berlangsung bertahun-tahun. Timur Tengah merupakan simpul kusut tempat kepentingan banyak Negara terlibat.. Timur dan Barat perlu ikut membuka simpul ini dan hal ini penting bagi seluruh dunia. Harus ada sikap aktif dan mendukung upaya mencari jalan mengakhiri kemandekan di Timur Tengah.
Di halaman lain Gorbachev membahas kondisi di sekitar pertemuan Reykjavik.
"Semua yang dibicarakan di Reykjavik bersangkutan langsung dengan Eropa. Dalam pertemuan kami dengan Amerika Serikat, ami tidak pernah melupakan kepentingan Eropa. Sebelum pertemuan Reykjavik, saya bertemu dengan para kepala Negara dari sejumlah Negara Nato Eropa Barat, yaitu Poul Schluter dari Denmark, Rudolph Lubbers dari Belanda, Gro Harlem Brundtland dari Norwegia, Steingrimur Hermannsson dari Eslandia dan Amintore Fanfani serta Giulio Andreotti, wakil pimpinan Italia. Kami banyak berdiskusi mengenai masalah Eropa dan perlucutan senjata".
Saya mendengar banyak komentar menarik dari lawan bicara saya.
"Sesudah itu, kami dalam kepemimpinan Soviet memikirkan dengan serius argumentasi dan gagasan mereka dan bagian-bagian yang kami anggap benar, kami perhitungkan dalam kebijakan kami, khususnya, hal yang menyangkut Euromissiles. Tetapi ada juga perselisihan yang terutama dipanaskan oleh Margaret Thatcher dan Jacques Chirac tentang konsep mereka dan gagasan umum NATO mengenai "penangkal nuklir". Saya mengungkapkan rasa heran saya kepada mereka atas kegemparan yang ditimbulkan oleh pertemuan Reykjavik di beberapa ibu kota Barat. Tidak ada alasan apa pun untuk menganggap bahwa hasilnya merupakan ancaman terhadap keamanan Eropa Barat. Kesimpulan dan penilaian demikian adalah buah pikiran kuno mengenai masa perang Dingin".
Dalam berbicara dengan para pemimpin dari luar negeri seringkali saya mengajukan pertanyaan langsung, apakah anda percaya bahwa Uni Soviet berniat menyerang negeri anda dan Eropa Barat umumnya? Nyaris semuanya menjawab, "tidak". Tetapi sebagian mereka segera mengajukan keberatan dengan mengatakan bahwa besarnya kekuatan militer USSR itu sendiri menciptakan ancaman potensial. Orang memang dapat memahami penalaran demikian ini. Akan tetapi penalaran demikian ini akan menjadi kabur ketika gengsi dan kehebatan nasional dikaitkan dengan pemilikan senjata nuklir walaupun jelas sekali bahwa bila suatu perang nuklir pecah persenjataan ini hanya akan mengundang serangan dan tidak mempunyai arti nyata lainnya.
Ketika kami berbicara mengenai perlucutan senjata sebagai unit utama yang harus dipasang pertama dalam pembangunan sebuah rumah bersama Eropa, kami maksudkan terutama kekuatan nuklir Eropa, Inggris dn Perancis. Uni Soviet mmperlihatkan kepercayaan besar kepada Eropa Barat dengan menyetujui, selama perundingan mengenai perlucutan senjata yang sedang berlangsung untuk tidak memperhitungkan potensi nuklir mereka. Motif utama di balik gerakan ini adalah bahwa kami mengesampingkan bahkan dalam pikiran kami, tidak ada rencana strategis apa pun kemungkinan perang dengan Inggris atau Perancis apalagi dengan negara-negara Eropa non nuklir" .

Konstitusi: instrument integrasi
Perjanjian berguna untuk menjaga perbedaan identitas dan karakteristik masing-masing pihak sementara itu konstitudi atau instrument integrasi menyatukan entitas-entitas yang berseberangan saling mengikat kesepahaman.
Contoh, Triple Aliansi antara Jerman, Austria-Hungaria, dan Italia memiliki instrument integrasi sebagai konstitusi bagi mereka bersama yang berkepentingan menjaga eksistensi dan keamanan dari ancaman pihak luar. Munculnya aliansi ini menyebabkan lahirnya aliansi lain yang dikenal dengan Triple Entente yang beranggotakan Rusia, Inggris dan Perancis. Perang Dunia I, menjadi batu ujian kekuatan mereka masing-masing yang salama ini selalu bersaing dalam berbagai hal, tentang koloni, tentang perbatasan Negara, tentang persaingan ekonomi dan kekuatan militer dan persenjataan.
2. Daya tahan konstitusi
Tentang berapa lama konstitusi dapat bertahan tergantung pada dua hal:
a. kemampuan masing-masing pihak dalam hal kekuasaannya atau kamampuannya terkait dengan kepentingan mencapai keinginan,
b. tergantung pada ada atau tidak ada sejumlah ketidak puasan yang diungkapkan atau tuntuan-tuntuan yang bersifat harus dipenuhi dari pihak-pihak yang beraliansi. Keberlangsungan hubungan integrative juga tergantung pada kondisi-kondisi riel, misalnya, apakah perjanjian yang disepakati sebelumnya memberikan rasa kepuasan masing-masing partai atau pihak yang bertaham lama.
Aspek Sosial
Konflik dan integrasi
Hubungan sesama manusia, dalam bahasa agama menggunakan istilah "habl minan-nas" dijelaskan dengan dua proses; apakah koflik atau integrasi. Jika memilih hubungan konfliktual, maka paling tidak ada rumusan tentang kesepahaman, tentang aturan-aturan aktivitas dan misi perjuangan, atau minimal ada kesepakatan saling menerima perbedaan (agree to disagreement). Adanya rumusan dan norma yang mengikat kedua pihak akan menjadi kekuatan kontrol dan sikap ketaatan masing-masing pihak terhadap rumusan dan norma yang disepakati.
Sebaliknya, jika kontak awal hubungan untuk integrasi, ada kemungkinan terjadi konflik. Dalam sebuah kehidupan bersama selalu ada benih atau unsur yang memicu koflik. Level konflik bisa antar individu dalam sebuah institusi, antar kelompok, organisasi dan masyarakat.
Kompetisi
Salah satu bentuk konflik adalah kompetisi - antara lain - mengejar posisi yang potensial untuk masa depan, atau mempertahankan posisi; masing-masing berjuang keras untuk meraihnya dan mengalahkan pihak lain atau menjaga posisi dengan segala kekuatannya. Masing-masing dimaksud dapat bermakna individu dan bermakna kelompok.

Ada dua kekuatan yang bersaing untuk menjadi kekuatan dominan dalam sitem. Dalam kondisi seperti ini sering muncul rasa kuasa untuk menguasai dan melemahkan pihak lain Pihak lain ternyata tidak demikian mudah ditundukkan dan didominasi
Dalam situasi di mana kedua pihak merasa keberadaan dan kekuasaan yang dimiliki tidak bergantung pada kondisi satu dan lainnya , maka konflik semacam ini oleh Strausz-Hupe disebut "konflik berkepanjangan" (protracted conflict). Dengan demikian. problema yang dihadapi, menurut Boulding, adalah bagaimana mengontrol konflik agar tidakmeluas, misal, dengan membatasi ruang konflik.

Kompetisi
Kompetisi dapat memicu konflik. Tetapi sebenarnya, kompetisi dapat mengambil satu dari dua pilihan, apakah cara "setting konflik" atau "setting jual beli". Pilihan yang kedua berarti kedua pihak saling memperoleh keuntungan dari apa yang dilakukan. Terkadang sempat terjadi demikian, masing-masing ingin memperoleh keuntungan sebesar-besarnya meskipun harus dengan mereduksi perolehan pihak lain. Pilihan konflik dapat ditempuh dengan saling bersepakat.
Dua pedagang bersepakat menggunakan jasa iklan; dua pns bersaing dalam meniti karier. Dalam kasus-kasus di atas, tidak ada pihak yang ingin menghancurkan, merugikan atau melukai yang lain. Dua pihak yang berkompetisi berada dalam hubungan yang kooperatif, mereka dalam tujuan yang obyektif tanpa merugikan pihak lain

Instrumen integrasi
Rumusan untuk keperluan integrasi antar pihak-pihak yang konflik dapat dicapai dengan sejumlah cara. Instrumen-instrumen itu dapat masuk dalam kesadaran kolektif dan diterima tanpa pemaksaan. Instrumen-instrumen itu ditumbuh kembangkan melalui tindak konkrit dalam kebiasaan.
2. Aspek Sosial
Konflik sosial mungkin didefinisikan sebagai berjuang untuk meraih atau memperoleh status, kekuasaan dan sumber-sumber yang langka di mana maksud dari pihak-pihak yang konflik tidak hanya sebatas mencapai tujuan yang diinginkan tetapi juga usaha yang bertujuan meredakan, menghalangi atau mengeliminasi rival mereka.
Konflik merupakan realitas nyata dalam proses interaksi sosial. Tanpa maksud mengabaikan akibat negatif yang menyebabkan terpecahnya ikatan sosial, konflik sosial dalam banyak hal juga memberikan sumbangsih bagi mempertahankan keberadaan kelompok atau grup serta mempererat relasi-relasi sosial.
Perjuangan untuk meraih kekuasaan dan pengaruh merupakan tema-tema dari teori Pareto juga Mosca, Michels dan Sorel. Demikian juga pada tradisi klasik Jerman seperti Tonnies, Simmel dan Weber yang memandang konflik merupakan fenomena sosial yang bersifat umum. Weber, misalnya, menyatakan bahwa konflik tidak dapat dibuang dari kehidpan sosial… dan perdamaian tak lebih dari sekedar mengubah bentuk konflik atau mengubah bentuk antagonis atau mengubah obyek konflik atau pada akhirnya mengubah ke bentuk kesempatan-kesempatan seleksi". Simmel yang merupakan sosiolog angkatan pertama melakukan analisis tentang berbagai jenis konflik menyatakan bahwa konflik merupakan bentuk kehidupan sosial dan bahwa sejumlah perbedaan, sejumlah pertenangan intern dan kontroversi eksternal secara struktural terkait dengan elemen-elemen yang pada akhirnya mengarah kepada ikatan bersama dalam kelompok.
Jika masalah konflik dibahas maka pusat perhatian dicurahkan pada aspek-aspek yang bersifat memecah. Penekanan pada kebutuhan terhadap nilai-nilai yang bersifat umum dan kondisi harmoni mendorong para ilmuwn sosial seperti Lloyd Warner dan Talcott Parsons mempertimbangkan konflik sebagai jenis penyakit bagi kehidupan sosial-masyarakat.

Dampak struktural konflik
Dampak konflik pada struktur sosial bervariasi menurut tipe struktur itu sendiri. Dalam sturktur masyarakat yang longgar dan pluralistik dan terbuka, perbedaan pandangan yang bertujuan menyelesaikan kerasnya konflik antara dua pihak yang berseberangan mungkin berfungsi menstabilitaskan struktur. Jika pihak-pihak yang berseberangan diberi kesempatan berimbang menyampaikan wawasannya, maka konflik itu membantu menghilangkan sebab-sebab terjadinya perpecahan dan mengarah kepada terciptanya stabilitas. Dalam masyarakat yang longgar seperti itu, banyaknya kelompok sosial menjadikan warga memiliki pilihan berpartisipasi dalam kelompok yang diinginkan Banyaknya kelompok yang berbeda-beda memberi pilihan-pilihan karena tidak hanya satu kubu.
Dalam struktur sosial yang amat ketat, rigid dan dalam kelompok-kelompok yang amat tertutup, dampak dari konflik mungkin beragam sekali. Makin tertutup sebuah kelompok, dan makin meruncing konflik terjadi, maka makin tinggi pihak-pihak yang terlibat. Kelompok-kelompok yang bersifat tertutup cenderung menguasai seluruh kepribadian para angotanya; mereka dijadikan anggota yang fanatik dan memata-matai kelompok lain dan ingin memonopoli loyalitas anggotanya. Jika konflik yang terjadi dalam kelompok-kelompok sosial berusaha untuk mempertahankan kelompoknya masing-masing dengan berbagai cara, dan tidak ada usaha dialog untuk mencairkan kondisi, maka konflik-konflik semacam ini berkecendewrungan meruncing. Demikian ini dikarenakan dua sebab, pertama, anggota-anggota yang terhimpun dalam kelompok-kelompok semacam ini cenderung berupaya memobilisasi semua enerji untuk berjuang, kedua, konflik semacam itu tidak lagi membatasi pada masalah-masalah riel yang dihadapi tetapi meluas kepada hal-hal yang sebelumnya sudah tidak ingin diungkapkan. Semua penyebab konflik yang sebelumnya telah dikubur kini ditiup tiupkan antara satu dengan yang lain.
Ideologi dan konflik
Konflik bisa jadi makin meruncing atau makin keras mencapai tingkat di mana pihak-pihak yang bersaing menggunakan orientasi kolektif (atas nama kelompok atau lembaga) dan tidak sekedar orientasi individu dan dengan demikian perjuangan mereka itu bertujuan dikemas atas nama kepentingan kelompok bukan pribadi. Tujuan-tujuan yang bersifat ideologi kelompok dijadikan justifikasi dan dengan sarana apapun, para partisipan kelompok, memandangnya sebagai absah. Kaum intelektual, jika keberadaan mereka berfungsi sebagai "kaum ideologis" cenderung mengurangi atau meredakan konflik yang dianggapnya bersifat pribadi atau konflik interes. Tujuannya jelas yaitu mereka mengarahkan pihak-pihak yang konflik untuk lebih mementingkan kepentingan yang tidak hanya sesaat, pribadi atau golongan.

Konflik dan konsensus
Perbedaan antara konflik yang sudah keluar dari batas yang ditetapkan dalam konsensus sosial dengan konflik yang masih berada di dalam bangunan dasar konsensus pernah diungkap oleh Aristoteles. Konflik yang tidak menyerang basis konsensus dan tidak menimbulkan ancaman pada dasar-dasar konsensus cenderung mengarah pada usaha penyesuaian antara berbagai pihak dan di dalam hal ini memberikan sumbangsih bagi tercapainya integrasi yang lebih erat. Sebaliknya, konflik yang menyerang pada basis konsensus dari eksistensi kelompok dapat memecah dan membelah masyarakat ke dalam kubu-kubu yang saling menyerang atau warring camps
Kelompok-kelompok struktur yang longgar dan masyarakat-masyarakat yang pluralitas dan terbuka, mempersilahkan adanya konflik antara angota yang bersaing dan konflik dalam berbagai ragam. Itu merupakan jalan terbuka bagi masuknya beragam pendapat yang berbeda-beda sepanjang tidak membahayakan konsensus. Namun, dalam masyarakat atau komunitas yang ketat-rigid, sering mensikapi konflik dengan cara menekan dan menutup pintu dialog.
Fungi konflik
Gluckman berpendapat bahwa konflik yang tidak memecah sistem sosial, memberikan sumbangsih bagi keberlangsungan masyarakat. Berbagai konflik dalam masyarakat memicu terciptanya kreativitas, dan warga masyarakat memiliki pilihan-pilihan. Di sisi lain, konflik bisa jadi membantu mempertajam wawasan masyarakat sehingga mampu menganalisis faktor penyebabnya. Penyebab konflik dapat dianalisis atau diurai antara lain sbb; tingkat kepadatan penduduk, percepatan pertumbuhan penduduk, kondisi ekonomi dan tingkat penghasilan yang tidak merata, konflik interes atar penguasa daerah dengan pusat dalam masalah kebijakan, apakah ysng terkait dengan pajak, keuangan, perdagangan, keamanan, konflik interes antara klas dominan dengan klas subdominan, hegemoni versus kontra hegemoni.

Surabaya, 26-03-2010,
a. khozin afandi

Senin, 22 Maret 2010

MEMILIH PARADIGMA TEORI 1

Memilih paradigma teori untuk pendekatan penelitian

PENGANTAR

Paradigma teori memuat karakteristik khas tentang kehidupan sosial atau realitas sosial atau kehidupan sosial. Beberapa paradigm teori yang telah penulis turunkan sebelum tulisan ini antara lain teori fungsionalisme (fungsionalisme struktual), teori konflik, perubahan sosial, interaksionisme simbolik atau interaksionisme sosial, analisis isi (content analysis) kritik sosial atau kritik ideologi. Paradigma di atas nantinya disebut sebagai teori sosiologi tradisional atau konvensional menyusul munculnya sosiologi fenomenologi. Sosiolgi fenomenologi menyebut pendekatan risetnya dengan pendekatan subyektif dilawankan dengan pendekatan obyektif yang telah lazim dipakai dalam sosiologi tradisional. Fokus penelitian sosiologi fenomenologi adalah struktur kesadaran. setiap warga yang terlibat aktif dalam proses kehidupan sosial atau proses sosial atau reproduksi sosial atau interaksi sosial memiliki sudut pandang (point of view) yang bermuara dari kesadaran diri. Setiap individu menyadari peran diri dalam lingkungan social di mana dia menjadi bagiannya.

Memilih paradigm teori fungsionalisme

Mungkin sebuah pertanyaan harus dimunculkan terlebih dahulu, kira-kira demikian, kondisi kehidupan sosial seperti apa yang akan diteliti. Apakah kehidupan sosial yang berada dalam kondisi stabil, harmoni, ekuilibri, tidak ada gejolak, ketegangan, perdebatan, perselisihan Jika demikian, maka paradigma teori yang dipilih sebagai pendekatan penelitian adalah teori fungsionalisme atau fungsionalisme struktural. Pada awal pertumbuhannya, teori ini tidak memberikan perhatian terhadap konflik sosial maupun perubahan sosial. Akan tetapi dalam perkembangannya, fungsionalisme memberikan perhatian terhadap masalah perubahan. Talcott Parsons membahasnya dalam “A Functional Theory of Change”, sementara Francesca Cancian dalam “Functional Analysis of Change”. Karena itu, teori fungsionalisme dapat digunakan sebagai pendekatan penelitian terhadap kehidupan sosial yang di dalam ada perubahan dan juga mengalami perkembangan.
Kata fungsi menjelaskan suatu aktivitas sosial atau satu item budaya (pertanian atau pendidikan) yang memenuhi kebutuhan: kebutuhan biologis, kebutuhan psikologis, kebutuhan kognitif, intelektual, emosional, spiritual. Ia juga berarti memenuhi harapan dan memberi manfaat. Kata inilah yang nanti diangkat oleh Malinowski ke tingkat ilmiah dalam bentuk konstruk teori yang lazim dikenal dengan “fungsionalisme”. Dalam perkembangannya, fungsionalisme memandang lembaga sosial sebagai sarana kolektif memenuhi kebutuhan individu seperti lembaga pendidikan, koperasi, perbankan, hukum, perusahaan dll.
Fungsi dan struktur ini lazim digunakan dalam ilmu biologi, lalu digunakan juga dalam ilmu-ilmu sosial. Setiap unit dalam sebuah struktur memiliki partisipasi secara fungsional bagi kelangsungan dan kelestarian struktur. Dalam biologi, unit tangan, unit kepala, unit badan, unit kaki. Werner melihat struktur sosial sebagai “suatu sistem pengelompokan yang formal maupun informal yang di dalamnya ada aturan-aturan perilaku sosial bagi para individu” . Sementara Radcliff-Brown berpendapat bahwa struktur sosial adalah suatu jaringan atau suatu sistem relasi sosial termasuk relasi klas-klas sosial yang berbeda-beda dan peranan sosial.
Di samping digunakan untuk meneliti struktur sosial tertentu, semisal lembaga pendidikan, ekonomi, organisasi sosial politik, keagamaan, teori ini juga dapat digunakan untuk meneliti masyarakat. Parsons menyatakan bahwa salah satu tugas sosiologi adalah menganalisis masyarakat sebagai satu system sosial dalam mana terjadi interelasi berbagai variable yang berbeda-beda secara fungsional. Apa yang dikehendaki dengan berbagai variable yang berbeda-beda antara lain seperangkat norma, tata nilai, keyakinan, simbol, peran, struktur yang arahnya mmeberi gambaran tentang karakteristik suatu masyarakat. Dalam bahasa Parsons, “ the central task of sociology is to analyse society as a system of functionally interrelated variables; the different set of norms, values, beliefs, symbols, roles, structures which are the characteristic of social system”. Sudah tentu, cakupan variable itu termasuk agama, adat istiadat, budaya khas, bahasa lokal, kebijakan lokal (local wisdom), keluarga, media yang masing-masing member sumbangsih dalam kehidupan masyarakat sebagai sistem. Tulisan awal Malinowski bahkan telah mengurai masalah kebutuhan akan pemimpin dan kebutuhan ini melahirkan kebutuhan adanya mekanisme pergantian pimpinan lengkap dengan aturan-aturannya.
Parson juga mengembangkan teori peran dengan mengemukakan teori “peran-peran yang berbeda-beda dalam kehidupan kolektif di mana masing-masing secara fungsional memberikan sumbangsih bagi keharmonisan institusi.
Penulis mohon ijin masuk ke dataran praktis, seseorang mempraktekkan penelitian terhadap satu msyarakat tertentu; yakni masyarakat sebagai sistem sosial; apa yang harus didahulukan, menganalisis ataukah menjelaskan. Tulisan yang bersifat praktis ini ingin menekankan bahwa analisis dan penjelasan merupakan dua item yang berbeda.
Dalam aktivtas menggali dan mengumpulkan data, sering ditemukan konsep “coding dan reduksi”. Konsep ini berarti membuat kode-kode yang sesederhana mungkin agar tidak menyulitkan Contoh membuat kode data yang sulit, misal, data tentang noumena; data tentang dialektika Hegelian, data tentang dekonstruksi, data tentang entitas supra individual. Data ini semua sebenarnya dapat direduksi sehingga memudahkan bagi peneliti dan juga bagi orang lain yang mempertanyakan kumpulan data peneliti. Data tentang noumena diganti dengan “keyakinan pada hal-hal gaib; data tentang dialektika Hegelian diganti dengan “proses dinamika”; data tentang dekonstruksi diganti dengan “pasangan yang berlawanan” (oposisi binar), data tentang entitas supra individual diganti dengan data tentang masyarkat penutur.
Ketika peneliti telah memahami teori bahwa masyarakat sebagai sistem sosial dianalisis atau diurai sebagaimana diungkap di atas, peneliti terbantu dalam membuat koding yang bersifat sederhana, misal, “data tentang norma, tata nilai, adat istiadat, keyakinan; data tentang peran, status, struktur, data tentang pimpinan, data tentang mekanisme pergantian, data tentang aturan-aturan.. Karena itu sering dinyatakan bahwa kegiatan menganalisis data dapat dikerjakan bersamaan dengan pengumpulan data sekaligus. Setelah itu, langkah selanjutnya adalah upaya menjelaskan data yang telah dianalisis tersebut. Peneliti lalu melaporkan hasil penelitiannya. Ia memunculkan satu bab dengan judul “Mekanisme Pergantian pimpinan”. satu bab lagi diberi judul “Bertahan di atas tradisi”; lalu satu bab lagi “Tradisi dalam proses modernisasi”, satu bab lainnya “kehidupan beragama”, dstnya sesuai dengan lingkup penelitian.

Bagaimana menemukan masalah.
Dalam studi budaya, cara berfikir fungsionalisme ini mencurahkan perhatiannya kepada hubungan antar variable dari kebudayaan sebagai konsep yang bersifat lebih utuh (Schoorl, 1984; 89) . Bronislaw Malinowski (1884-1942), sarjana antropologi perintis teori fungsionalisme, meneliti fungsi tradisi dalam masyarakat yang tinggal di pulau Trobriand. Teori fungsional yang dia rintis didasarkan asumsi bahwa semua unsur kebudayaan bermanfaat bagi masyarakat. Ini berarti bahwa setiap pola tingkah laku yang sudah menjadi kebiasaan, setiap keyakinan dan sikap yang merupakan bagian dari kebudayan dalam suatu masyarakat memiliki fungsi yang mendasar dalam kebudayaan. Menurutnya, fungsi dari budaya adalah kemampuannya memenuhi kebutuhan dasar atau beberapa kebutuhan yang timbul dari kebutuhan dasar atau kebutuhan sekunder. Misal, kebutuhan dasar terhadap pangan (makan, minum) memunculkan kebutuuhan adanya kerja sama, mengadakan organisasi-organisasi sosial dan pengawasan sosial guna menjamin kelangsungan kerja sama (Ihromi, 1984; 59-60) .
Beberapa konsep dalam teori fungsionalsme struktural:
1. Postulat,
2. Disfungsi, uefungsi,
3. Fungsi laten, fungsi manifest,
4. Prasyarat fungsional
5. IUR dan UIR; ( intended but unrecognized; unintended but recognized
6. Unintended consequences,
7. Padanan fungsional (functional equivalent)
8. Struktur konkrit, struktur analitik,
9. Structural properties (karakteristik struktural),
Konsep-konsep di atas memberi bantuan peneliti menemukan permasalahan yang layak secara akademik untuk diteliti. Misal, ditengarai ada fungsi laten yang menggejala di sebuah lembaga tertentu. Latent, manifest; UIR dan IUR functions. Konsep fungsi manifest dan laten diambil dari Robert K. Merton. Suatu fungsi disebut manifes jika ia dikehendaki dan diterima oleh para partisipan dalam sebuah sistem tindakan. Sesuatu itu dikehendaki karena sesuai dengan tujuan organisasi..
Sesuatu disebut fungsi laten jika sesuatu itu tidak dikehendaki dan tidak diterima oleh para partisipan karena tidak sesuai dengan tujuan lembaga. Misal, Apa karang taruna tidak dimanfaatkan oleh partai politik tertentu untuk tujuan melestarikan kepentingan? Istilah fungsi manifes dan laten dikaitkan unit-unit fungsional tertentu atau organisasi tertentu Latent, manifest; UIR dan IUR functions and structures (unintended but recognized; intended but unrecognized)
- Istilah-istilah di atas diambil dari Robert K. Merton. Suatu fungsi disebut manifes jika ia dikehendaki dan diterima oleh para partisipan dalam sebuah sistem tindakan. Sesuatu itu dikehendaki karena sesuai dengan tujuan organisasi..
Sesuatu disebut fungsi laten jika sesuatu itu tidak dikehendaki dan tidak diterima oleh para partisipan karena tidak sesuai dengan tujuan lembaga. Misal, Apa pembentukan karang taruna tidak menyembunyikan maksud tertentu? Karang taruna hendak dimanfaatkan untuk kendaraan politik atau untuk tujuan melestarikan kepentingan?

Pada lazimnya, sebuah lembaga memanifeskan secara gamblang visinya, misinya, tujuannya, target, tupoksi dan semacamnnya sehingga mudah dipahami oleh semua pihak. Sedangkan fungsi laten adaladh sesuatu yang tersembunyi dalam arti tidak dimaneskan. Pertanyaan apakah fungsi lembaga pengadilan, kejaksaan, kepolisian, perpajakan, pendidikan sangat mudah dibaca dalam AD/ARTnya. Tetapi dalam dataran praktis, ditengarai ada beberapa bentuk tindakan yang mwngarah pada fungsi laten dan seorang peneliti bahkan telah mencium gejala markus, markum dan sejenisnya.
Konsep IUR dan UIR berhubungan dengan manifest dan laten dan karena itu dapat membantu peneliti menemukan permasalahan. Ada sesuatu yang intended (dikehendaki) tetapi unrecognized, tidak dapat diterima atau diakui oleh para anggota yang lain yang ada dalam lembaga itu. Contoh, musyawarah desaa mensepakati anggaran rehab kantor desa sejumlah sekian rupiah dan dana ini sebagian dikumpulkan dari warga desa melalui sumbangan semua warga dari dua juta sampai sepuluh juta rupiah. Ada seseorang bertekad memanfaatkan kondisi ini. Dia membuat daftar penyumbang dan mengumpulkan sumbangan tanpa melaalui surat resmi, toh semua warga tahu bahwa desa sedaang menghendaki sejumlah dana untuk rehab kantor. Desa memang benar membutuhkan sekian dana namun, perbuatan seseorang di atas tentu tidak akan diakui oleh para pamong desa maupun warga desa. Bisa jadi, orangtersebut dipanggil untuk diberi peringatan keras meskipun dia punya logika bahwa desa sedang menghendaki sejumlah dana melalui sumbangan para warga desa.
Konsep lain adalah konsekwensi yang tidak dikehendaki (unintended consequences). Dalam proses interaksi sosial, misalnya interaksi guru murid. Guru menunaikan tugas fungsionalnnya sebagai pendidik yang mentransfer pengetahuan, skill maupun sopan santun etis kepada para murid. Namun dia menjumpai ada satu murid yang sangat nakal. Guru telah sering member teguran tetapi kenyataannya sia-sia. Ada satu kali waktu di mana guru bertindak tidak sekedar menegur dengan kata-kata. Dia mendekati murid tersebut lalu menjewer telinganya. Tindakan ini dia lakukan dengan tujuan anak muridnya ini menghentikan atau mengurangi kenakalannya. Esok harinya, dating sejumlah warga berbodong-bondong memprotes tindakan guru yang kasar kepada muridnya dan mendesak kepala sekolah agar segera memindahkan guru tersebut. Inilah gambaran tentang konsekwensi yang tidak dikehendkai. Sang guru yang bertindak menjewer muridnya, sebenarnya, bertujuan agar kenakalan muridnya berhenti atau berkurang, tetapi kenyataan yang diterima tidaklah sesuai dengan apa yang dia kehendaki.
Tentang tiga postulat dalam teori fungsionalisme. Tiga postulat itu adalah:
1. Functional unity in society,
2. Func tional universalism,
3. Indispensibility.
Tiga postulat di atas dapat dijabarkan menjadi hipotesis untuk kepentingan penelitian lapangan. Postulat pertama menjelaskan demikian, bahwa setiap aktivitas sosial atau item budaya yang terstandard secara fungsional menyatu dalam masyarakat. Artinya, item budaya atau aktivitas sosial itu diterima masyarakat. Masyarakat tidak memperotes aktivitas tertentu itu, missal aktivitas TPQ yang mengajarkan baca tulis al-Quran, play group, kelompok belajar.Sebaliknya aktivitas atau item budaya yang diprotes atau tidak dapat diterima masyarakat semisal togel, sabu-sabu, pemalsuan produk. Contoh terakhir ini memang jelas-jelas sesuatu yang dilarang. Namun masih ada sejenis aktivitas yang tidak terstandard, di sisi lain, secara hukum tidak ada ketegasan larangan, missal, aktivitas sekelompok anak muda gang motor yang setiap malam minggu berkumpul dan mengadakan semacam balapan. Contoh lain, ada sejumlah anak siswa pada jam belajar aktif malah be rkeliaran di perbelanjaan atau ditempat lain. Dua contoh aktivitas terakir ini jelas sulit diterima oleh masyarakat, namun secara hukum, dua aktivitas itu tidak melanggar hukum.
Postulat kedua berarti bahwa item budaya atau aktivitas sosial terstandard itu membberi fungsi positif dalam makna memeberi manfaat dan karena itu diterima oleh masyarakat. Potulat yang ketiga juga terkait dengan yang pertama dan yang kedua. Karena memberi fungsi positif maka item budaya itu diperlukan dan dibutuhkan.
Postulat dalam teori fungsionalisme membantu peneliti menemukan permasalahan. Demikian pula halnya dengan disfungsi. Adakah ditemukan sesuatu yang disfungsi dan bagaimana kebijakan institusi mengatasi tenaga kerja yang ditengarai disfungsinal. Tenaga itu secara umum sudah integrative dan adaptif dengan tugas yang dibebankan kepadanya, namun, seiring perkembangan budaya dan teknologi modern, dipandang ada lubang lubang kekurangan.
Disfungsi juga berarti demikian, seperangkat aturan ini fungsional bagi murid, tetapi disfungsional bagi karyawan administrasi, fungsional bagi karyawan tetapi disfungsional bagi guru, fungsional bagi staf tetapi disfungsional bagi direktur atau sebaliknya, fungsional bagi direktur tetapi disfungsional bagi staf.

Permasalahan lain yang mungkin juga layak diteliti adalah:

1. Kondisi apa yang dihasilkan oleh aktivitas yang telah dikerjakan selama ini yang dapat temukan? Ini persoalan tentang apakah fungsi ini atau itu telah menghasilkan sesuatu?.
2. Ketika proses fungsional tengah berlangsung, kondisi-kondisi apa yang dapat ditemukan? apa ada perubahan, dan pengembangan?
3. Di samping perubahan dan pengembangan, masalah lain yang dapat diteliti saat proses fungsional berlangsung adalah prasyarat fungsional yang terkait dengan tenaga; tenaga pendidik dan tenaga administrasi. Apakah semua tenaga menunaikan tugas fungsionalnya memenuhi norma yang berlaku? Apakah integrasi normatifnya dapat diukur? Apakah integrasi fungsionalnya dapat dikukur. Misal, secara normatif ditetapkan bahwa tatap muka satu pelajaran dalam satu semester 15 kali. Apakah kualitas integrasi guru terhadap norma tatap muka ini terpenuhi? Apakah ada yang kurang integratif? Demikian pula dengan integrasi fungsional yang mencakup di dalamnya kualitas ajar atau materi ajar? Masalah integrasi, adaptasi adjustment tidak hanya sebatas untuk meneliti tenaga pendidik melainkan juga dapat digunakan untuk meneliti tenaga administrasi Apakah kualitas adjusment atau adaptive dalam sebuah struktur sosial dapat memenuhi kebutuhan dan kepentingan struktur dan masyarakat

4. Apakah ada program unggulan? sebagai keistimewaan atau ciri khas dari lembaga ini? Apa dapat diukur kualiats unggulannya? Apakah prasyarat fungsional terpenuhi dalam program unggulan?

5. Tentang teori strukturasi. Teori ini digagas oleh Anthony Giddens dalam bukunya “ Central Problems in Social Theory” .Teori ini mengkaji atau meneliti “structural properties” yakni segala sesuatu yang melekat atau menjadi milik struktur dan menekankan perhatiannya lebih kepada . rules dan resource. Rules adalah aturan-atursn yang dimiliki oleh sebuah struktur, sedangkan resource menunjuk kepada power, otoritas, dominasi, legitimasi, alokasi, penempatan sdm secara tepat, jaringan kerja, yakni segala hak milik yang melekat dalam suatu struktur. Menurut teori ini, ruler dan resources digunakan oleh para pelaku dalam proses reproduksi sosial yakni melalui interaksi, iterrelasi dan atau interdependensi satu dengan lainnya. Giddens mengnalisis structural properties antara lain rules, interaksi, modalitas sanksi, skema penafsiran, power, dominasi, ideologi, peranan, perubahan, historisitas, jaringan kerja. Analisis ini juga dilengkapi dengan penjelasan secukupnya.



6. Pengayaan wawasan
.

. Struktur konkrit, analitik, ideal dan aktual, institusi.
Struktur konkrit didefisnisikan sebagai abstraksi teoritik yang berguna untuk membedakan secara fisik satu struktur dari struktur lainnya. Struktur fisik makhluk hidup berbeda-beda antara yang satu dengan lainnya. Secara fisik, struktur manusia berbeda dari hewan. Hewan pun masih dapat dibeda-bedakan karena struktur fisiknya. Inilah yang dimaksud dengan struktur konkrit. Jika konsep ini diterapkan untuk fenomena sosial, maka konsep ini menunjuk pada bangunan fisik sebagai tempat di mana relasi-relasi sosial berlangsung di sana. Rumah tangga adalah struktur konkrit sebagai tempat tinggal keluarga di mana relasi sosial terjadi di dalamnya. Rumah tangga untuk sebuah keluarga berdiri di satu tempat tertentu terpisah dari rumah tangga lainnya. Demikian pula organisas-organisasi sosial, lembaga-lembaga sosial baik negeri maupun swasta dan beberapa partai politik. Mereka memiliki tempat (kantor) yang secara fisik terpisah antara satu lembaga dari lembaga lainnya.
Di sisi lain, struktur konkrit juga menunjuk pada struktur tindakan sosial para anggota atau para individu dalam suatu unit atau dalam suatu lembaga atau dalam suatu masyarakat. karena masyarakat adalah struktur konkrit yang menempati suatu daerah tertentu (desa, kampung, perumahan) yang terpisah secara fisik dari mayarakat lainnya.
Struktur tingkah laku antar anggota dalam lembaga-lembaga tersebut diatur dan ditentukan sedemikian rupa dalam melakukan kontak sosial, misal, dialog, konsultasi, protes, bertanya, instruksi, kordinasi, pembagian tugas, rapat kerja, rapat pimpinan, kemitraan dll. Struktur tingkah laku demikian ini disebut juga dengan pola-pola tingkah laku.
Struktur konkrit dibedakan dari struktur analitik. Tetapi sebelum membicarakan struktur analitik, ada baiknya terlebih dahulu membicarakan aspek ekonomi, aspek politik, aspek agama, aspek pendidikan yang terdapat dalam fenomena sosial. Aspek-aspek ini semua bisa saja menjadi bahan diskusi atau pembicaraan serius dalam sebuah struktur konkrit. Karena itu, meskipun aspek-aspek ini tidak mempati tempat tertentu dalam masyarakat, namun aspek-aspek ini ada, eksis dan menjadi bagian dari pembicaraan sehari-hari di warung, di rumah, di masjid, di lembaga-lembaga tertentu. Aspek-aspek inilah yang diwadahi dalam konsep “struktur analitik” untuk dibedakan dari aspek konkrit. Sudah tentu struktur analitik ini bisa dikonkritkan menjadi struktur konkrit atas inisiatif para individu yang berkepentingan.
- Struktur analitik didefinisikan sebagai struktur (pola tindakan) yang menegaskan adanya berbagai aspek yang secara fisik-konkrit tidak terpisah-pisah antara satu aspek dari aspek lainnya.
Institusi. Institusi didefinisikan oleh Talcott Parson sebagai “suatu pola normatif” (any normative pattern) dalam sistem sosial yang sama secara umum (misal, dalam lembaga kepramukaan, LSM, lembaga profesional, partai politik dll; di dalamnya berlaku norma-norma khas seperti norma untuk dipilih menjadi ketua, menjadi direktur, menjadi rektor dll). Bisa menyesuaikan dengan norma-norma itulah yang diharapkan dan sebaliknya, jika tidak sesuai norma yang diharapkan akan menimbulkan rasa kecewa atau amarah.
Struktur ideal dan aktual. Struktur ideal didefiinisikan sebagai struktur-struktur ideal yang para warganya dalam suatu sistem seharusnya merasa tingkah lakunya merupakan bagian dari struktur tersebut. Ide-ide, gagasan-gagasan, rencana-rencana, jadwal kegiatan adalah gambaran struktur ideal yang terdapat di dalam diri kita baik apakah struktur itu kita sendiri yang menyusun ataukah pihak lain yakni lembaga di mana kita bekerja. Ide-ide tersebut lazim telah tersusun tertib, misal, jam sekian kita menyelesaikan ini, lalu mengerjakan pekerjaan lainnya, selanjutnya mengerjakan atau membantu atasan, kemudian kordinasi, rapat untuk mengevaluasi dan seterusnya. Jadwal kerja hari esok umumnya juga telah tersusun (terstruktur); pertama menghadiri upacara pembukaan pelatihan kerja, kemudian meneruskan sisa perkerjaan kemaren, lalu menghubungi unit puskom menanyakan apakah SK kepanitiaan sudah siap untuk ditanda tangani dan seterusnya.
Struktur aktual didefinisikan sebagai struktur-struktur aktual di mana para warga dalam sebuah sistem secara faktual bertingkah laku atau bekerja yang secara obyektif dapat diobservasi dan digambarkan dengan menggunakan teori ilmiah. Generalisasi di bawah ini terkait dengan kedua konsep tersebut untuk kepentingan membuat analisis yang relevan. Pertama, setiap orang bisa melakukan pemilahan antara struktur ideal dengan struktur aktual. Kedua, pola-pola ideal dan aktual dalam sebuah sistem tidak pernah bisa sesuai sepenuhnya (sering terjadi tingkahlaku aktual yang tidak sesuai dengan pola yang ideal disebabkan oleh satu dan lain hal). Ketiga, para anggota dalam sebuah sistem memiliki kesadaran bahwa secara faktual struktur ideal dan aktual tidak pernah sesuai sepenuhnya. Keempat, berbagai sumber penyebab terjadinya kesenjangan dan atau ketegangan yang muncul dalam sistem sosial secara faktual dikarenakan struktur ideal dan aktual tidak bisa sepenuhnya sesuai. Kelima, tidak jauh berbeda dari generalisasi keempat, bahwa beberapa kemungkinan terjadi integrasi dalam sebuah sistem sosial secara faktual juga disebabkan oleh struktur ideal dengan aktual yang tidak bisa sepenuhnya sesuai (cf. kaidah fiqhiyah, ma la yudraku kulluh, la yutraku kulluh). Keenam, tidak terjadinya kesesuaian antara struktur aktual dengan ideal sepenuhnya tidak bisa dijelaskan dari ada “hipokrit” (kemunafikan) sebagai satu-satunya penjelasan. Ketujuh, untuk terpenuhinya kesesuaian struktur aktual dengan ideal dibutuhkan sejumlah pengetahuan, motivasi tinggi dari semua anggota sistem memberikan perhatian terhadap terciptanya situasi yang aktual-ideal.

Surabaya, 22-03-2010
a.khozin afandi

Selasa, 09 Maret 2010

fenomenologi 2

Fenomenologi 2

Tulisan tentang fenomenologi yang telah saya muat dalam blogger sebelum ini lebih cenderung ke wilayah praktis untuk kepentingan penelitian empirik. Adapun fenomenologi 2 ini lebih tepat disebut sebagai filsafat fenomenologi Edmund Husserl. Dalam sejarahnya, Husserl (1859-1938) sangat dipengaruhi oleh gurunya, Brentano (1838-1917).
Brentano.
Pada masa kehidupan Brentano, filsafat Jerman yang tengah menjadi topik diskusi Idealisme di samping mendiskusikan tentang fenomena. Pada saat itu makna fenomena berkonotasi pada “the thinking subject”.dan tidak jarang diidentikkan dengan psikologi. Husserl sendiri mengeluh karena masih ada salah paham terhadap fenomenologi yang ia rumuskan termasuk sebagian mahasiswanya yang mengasumsikan fenomenologi Husserl adalah psikologi. Fenomenologi memang mengkaji fenomena psikis tetapi itu tidakberarti menjadi disiplin psikologi. Kekhasan fenomenologi dari psikologi terdapat pada konsep utamanya yakni reduksi fenomenologi yaitu epoche, eidetic vision, ttranscendental penomenology, inner perception, outer perceptio;n. konsep-konsep yang membedakan fenomenologi dari psikologi.

Hussrl bertemu sang guru, Brentano.
Husserl dilahirkan di Moravia, Prossnitz. Dia belajar fisika, astronomi danmatematika di Universitas Leipzig. Dari sini diameneruskan kuliah di Berlin. Tahun 1881 ia tinggalkan Berlin dan masuk Universitas Wina. Di sini dia berhasil meraih gelar doktor dengan karyanya tentang kalkulus, pada tahun 1883. Antara tahun 1884-1886 Dia meluangkan waktunya untuk mengikuti kuliah filsafat oleh Franza Brentano. Di sampin itu, dia aktif ikut dalam lingkaran “small group’ yang melakukan pertemuan-pertemuan rutin di rumah Brentano dengan tema bahasan filsafat. Baginya, Brantano memiliki daya tarik dalam kefasihan logika serta ketajaman analisis dan penjelasan. Dsinilah dia menyerap kedalaman filsafat dan sekaligus membuka wawasannya. Dia memandang Brentano tidak sebatas guru melainkan sebagai sosok yang mampu mengubah jalan hidupnya yang sempat keterjeng keragu-raguan untuk menjatuhkan pillihan apakah tetap menekuni matematika sebagai profesi ataukah filsafat. Brentao adalah figur yang mengubahnya menjadi berani memilih filsafat daripada matematika. Suatu saat, sang guru menyarankan agar dia masuk Universitas Hale. Tanpa berpikir panjang, dia mengikuti anjuran guru. Di Universitas ini dia menjadi asisten Carl Stumpf. Meski demikian, ia tetap terbayangi oleh gurunya yang sering memprtanyakan apakah kita mungkin menemukan fondasi bagi mental science. Namun demikian, dia tidak hanya menerima smua pandangan guru. Dalamperkembangannya, dia menempuh jalan yang berbeda dari gurunya.

Pandangan Brentano
Brantano sangat terkesan oleh kemajuan pesat ilmu fisika atau natural science. Temuan-temuan dalam ilmu fisika memberi manfaat praktis nbagi kehidupan umat manusia. Ilmu fisika demikian berpengaruh dalam peradaban. Kondisi ini sebaliknya dengan filsafat. Di bawah ini pokok-pokok pandangan Brentano:
1. Filsafat sedang mengalami krisis, terutama filsafat idealisme Jerman.
2. Filsafat membutuhkan reformasi.
3. Filsafat harus sejajar dengan rigorous sciences (ilmu-ilmu fisika yang rigorus) untuk mencapai kerangka kerja yang mencapai level ilmiah.
4. Membagi fenomena menjadi dua; fenomena fisik dan fenomena psikis.
5. Fenomena fisik menjadi garapan ilmu-ilmu fisika, sedang fenomena psikis menjadi garapan filsafat dan dalam hal ini filsafat fenomenologi.
6. Visi reformasi filsafat tidak mungkin dikerjakan oleh idealisme Jerman. Idealisme Schelling tak lebih sekedar “tempat bermain-main kayalan.liar. sementara spekulatif Hegel merupakan bukti kemerosotan pemikiran manusia. Lebih luas lagi dikatakan, idealismme Jerman dalam filsafat Kant dan post Kantian tidak memiliki metode saintifik Idealisme Jerman, menurutnya, bukan saintisme tetapi lebih tepat disebut mistisisme.
7. Dia tegaskan, bahwa the true method of philosophy is not othe than that of the natural sciences. “metode filsafat yang sebenarnya tak lain selain metode yang digunakan oleh ilmu kealaman.
Problema yang muncul dari proyek reformasi filsafat Brentano adalah, pertama, reformasi ini menjadikan filsafat sama dengan sains, kedua jika reformasi ini dikerjakan, filsafat tidak lagi memiliki tanah otonom sebagai hak milik garapannya yang khas filsafati. Brentano sendirimengakkui ini merupakan kesulitan ynag tidak mudah dipecahkan.
8. Basis kajian filsafat adalah psikologi yang mencakup logika, etika dan estetika dan semua ini berhubungan dnegan norma yang memang harus ada dalam kehidupan manusia.dalam kehidupan berbangsa, berpolitik, berekonomi dan termasuk pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dengan demikian, ke depan, filsafat tetap memiliki peran.

Pandangan Husserl
Di bawahini pokok-pokok pandangan Husserl.
1. Ia menerima gagasan gurunya bahwa filsafat tengah mengalami krisis karena itu diperlukan ada reformasi
2. Dia tidak sepenuhnya mnerima penilaian gurunya tentang idealisme Jerman. Dia menerima pendapat gurunya bahwa idealisme Jerman bukan saintisme tetapi idealisme dapat membangkitkan spirit yang mendorong mental intelektual aktif bergerak dan tidak hanya sebatas kaki langit dunia empirik. Idealisme tetpa berharga, punya peran dan layak dihargai.
3. Idealisme memang sedang terdesak oleh kemajuan sains teknologi. Namun Husserl memandang ini sebagai sebuah fakta budaya dan tidak harus meloncat kepada kesimpulan bahwa idealisme tidak berharga karena idealisme sejajar dengan mistisisme.
4. Dia tidak dapat menerima proyek naturalisme filsafat.sebagai upaya reformasi.
Memasuki tahun 1882, setelah melalui sekian kali polemik Dengan Husserl, Jhering dan Adolf Exner, rektor Universitas Wina, Brentano mmulai enunjukkan perubahan. Dia tidak meneruskan proyek naturalisme filsafat dan mulai cenderung ke fenomenologi, demikian tulis De Boer; (1978;106-109).. Mula-mula dia membuat pernyataanbahwa metode induktif tidak menghasilkan temuan norma yang valid secara universal. Kepada kaum positivis dia mengatakanbahwa penalaran positivistik harus membuat satu ruang baru untuk penalaran dengan menggunakan konsep baru. Menurutnya, norma itu ditemukan di dalam dan melalui analisis deskriptif terhadap kesadaran.
Husserl dan Brentano memandang filsafat harus dapat memberi arah dan bimbingan hidup bagi umat mnusia.Ide mengenai pentingnya kehidupan yang bertanggung jawab secara etis membutuhkan satu bangunan ilmu etika..Mereka berkata, membangun fondasi ilmu-ilmu normatif tidak mungkin dengan metode positivistik.
5. Husserl dan Brentano dikenal sebagai dua filsuf yang gigih berusaha membangun ilmu normatif melalui analisis kesadaran secara fenomenologis (De Boer, 1978; 500).
6. Beberapa konsep fenomenologi
1). Consciousness is the ground and basis of reality and ideality (De Boer, 1978; 301). Analisis fenomenologi adalah analisis terhadap aktivitas-aktivitas yang terdapat dalam kesadaran. Kesadaran merupakan dasar dan basis dari realitas dan idealitas. Setelah kesadaran menangkap fenomena yang masuk ke dalam dirinya, kesadaran memunculkan beberapa aktivitas antara lain persepsi, memahami, menafsirkan, imajinasi, motivasi.
2). Intensionalitas. .Intensionalitas merupakan karakteristik khas kesadaran yang terdapat dalam fenomena psikis. Konsep ini mulanya digunakan Brentano unutk membedakan fenomena fisik dengan fenomena psikis. Intensionalitas adalah entitas yang obyektif terdapat di dalam psikis. Intensionalitas menunjuk aktivitas yang mengarah ke obyek, menuju ke dan ini merupakan khas karakter makhluk psikologis. Setelah mengarah ke obyek, ia kemudian kembali ke dalam kesadaran, “directedness toward an object and turn to the conten (consciousness). Banyak orang masuk toko swalayan tetapi intensionalitasnya pasti berbeda-beda. Sebagian menuju ke sepatu, lainnya ke baju, lainnya ke tas. Si A tertarik kepada sebuah baju yang sangat bagus. Dia amati seksama dan muncul rasa senang terhadap baju itu; lalu muncul dan berkembanglah persepsi dan imajinasi tetapi buru-buru kembali ke dalam kesadaran diri sambil bertanya, apakah aku membawa uang yang cukup untuk membeli baju yang ternyata harganya mahal ini? Padahal masih ada kebutuhan lain yang lebih mendesak. Demikianlah, ada sekian aktivitas di dalam kesadaran diri. Inilah ciri khas fenomenologi, directedness toward an object and then turn the the content (consciousness).
3). Cara berfikir fenomenologis vs cara berfikir normal (wajar atau pada lazimnya).
Dalam berfikir secara normal kita mengarahkan aktivitas ke obyek.lalu melakukan tindak mengumpulkan data, membuat klasifikasi, menganalisis, merumuskan hipotesis. Dalam berfikir cara fenomenologis, kita diajak kembali ke aktivitas itu sendiri guna menganalisis aktivitas tersebut. Aktivitas membuat persepsi, interpretasi atau imajinasi. Apakah aktivitas ini dalam wilayah imanen atau sudah masuk wilayah transenden, apakah ini inner perception atau outer perception, apakah ini imajinasi yang berlebihan, apakah aktivitas ini masuk dalam wilayah kognitif (akal) atau konatif (psikologi).
4). Inner perception dan outer perception.
Hadirnya fenomena ke dalam kesadaran batin memunculkan aktivitas yang disebut “persepsi”.Fenomenologi memilah persepsi menjadi dua; inner dan outer. Sya sulit untuk mengindonesiakan dua istilah ini. Inner percepstion berada dalam wilayah immanen, sedangkan outer perception masuk dalam wilayah transenden..Contoh inner perception, seorang mahasiswa melihat dua orang lawan jenis tengah besitegang dan saling memukul di suatu tempat. Setibanya di kampus, dia mengabarkan apa yang dia llihat seperti apa adanya, tidak menambah apa-apa, tidak memebri komentar sedikit pun, tidak memberi penjelasan apa-apa dan tidak menafsrikan kejadian yang dilihatnya. Ia hanya mengatakan apa adanya. Ini adalah inner perception.Karena itu ia masuk wilayah immanen. Sebaliknya outer perception, ia tidak hanya mengabarkan apa adanya melainkan ia menafsirkan, memberikan penjelasan panjang lebar, bahwa yang berkelahi itu adalah sepasang suami isteri yang tengah bertengkar yang disulut oleh api cemburu dan…… Penjelasan ini sangat mungkin benar atau sangat mungkin salah. Penjelasan ini patut dipertanyakan. Karena mengundang pertanyaan danbahkan dapat diragukan kebenarannya, maka ia adalah outer perception.dan telah keluar dari wilayah immanen menembus masuk ke wilayah transenden. Ini nanti terkait dengan doktrin reduksi fenomenologi, atau reduksi model fenomenologis, epoche dan eidetic vision..Husserl mengatakan, semua jenis transenden harus diletakkan di dalam kurung, di epoche, di bracketing, ditunda terlebih dahulu, tidak dipakai dahulu, tidak diyakini kebenarnnya lebih dahulu, di diskoneksi. Jadi reduksi model fenomenologi adalah reduksi (pemurnian) obyek dari semua hal yang transenden. Setelah hal yang transenden dibersihkan maka yang ada tinggal apa yang immanen; karena immanen, maka tidak perlu didiskoneksi, disuspensi. Saya melihat seseorang duduk sendirian di satu tempat dan fenomena ini masuk ke dalam kesadasran batin saya, maka ini merupakan sesuatu yang immanen dan tidak perlu diragukan. Dalam hal inilah, Husserl dapat dinyatakan sebagai melakukan protes terhadap doktrin “keragu-raguan” Descartes yang memminta segala apa yang dilihat untuk diragukan. Sesuatu yang immanen, tidak perlu diragukan. Harga tiket KA memang sebesar itu sesuai daftar harga resmi dan tidak perlu diragukan.
Ada yang terkait dengan doktrin outer perception yang transenden yang harus didiskoneksi dan disuspensi terlebih dahulu, yakni doktrin tentang “presuppositionlessness” atau tanpa memiliki praduga. Pemurnian model fenoenologi mencakup pemurnian obyek dan permurnian subyek. Obyek dimurnikan (dibersihkan) dari hal-hal yang transenden, di sisi lain subyek peneliti juga memurnikan diri dari hal-hal yang transeden. maka terciptalah kondisi di mana subyek-peneliti terbersihkan dari segala praduga. Husserl menegaskan demikian, “apa yang diamaksud dengan tanpa praduga (presuppositionlessness) adalah demikian, bahwa para peneliti harus membatasi diri hanya pada wilayah percepsi inner (karena ia immanen. Karena immanen maka tidak perlu diragukan dan dipertanyakan) ; berkata Husserl, “the presuppositionlessness menas that the epistemologist must limit himself to the realm of inner perception" (De Boer, 1978; 176).
Dalam doktrin fenomenologi, fenomena dibagi menjadi dua; pertama fenomena obyektif, kedua fenomena subyektif, yang dimaksud adalah the acts of consciousness. Aktivitas yang ada dalam kesadaran adalah intensionalitas itu sendiri, persepsi, imajinasi, interpretasi, kehendak, motivasi
. Husserl memandang intensionalitas sebagai entitas yang menghubungkan kesadaran batin dengan obyek (fenomena luar diri). Ketika obyek masih independen dari kesadaran, obyek itu disebut dengan “thing in itself”. sesuatu yang ada dalam dirinya sendiri; belum menjadi perhatian kesadaran. Namun ketika obyek telah menjadi tujuan intensionalitas maka obyek itu menjadi“intentional object”. .Melalui intensionalitas, obyek “thing in itself” diubah menjadi “intentional object” (De Boer, 1978; 6-8, 319-320).
Dalam blogger saya sebelum ini telah dikatakan bahwa intensionalitas merupakan fondasi dari struktur kesadaran.. Struktur kesadaran itu adalah intensionalitas, persepsi, imajinasi, kognisi, interpretasi, kehendak, emosi, motivasi.. Di samping sebagai fondasi stuktur, intensionalitas juga berperan menghubungan diri dengan dunia luar (fenomena obyek luar diri).
Sekedar selinga, saya ingin menegaskan, jika seseorang merancang penelitian dengan judul “Fenomena klas sosial……”, maka tidak secara otomatis bahwa dia harus menggunakan pendekatan fenomenologi dengan alasan apa yang diteliti adalah fenomena. . Dikatakan oleh Aron Gurwich, jika kamu tidak menggunakan metode fenomenologi kamu tidak melakukan apa-apa tentang fenomenologi
3). Tentang residu atau sesuatu yang tersisa
Residu adalah bagian akhir dari doktrin fenomenologi Husserl. Konsep residu berada pada tahap transcendental phenomenology, fenomenologi transendental. Tahap ini terjadi manakala fenomena obyektif dan fenomena subyektif telah dimurnikan atau dibersihkan dari semua hal yang transenden ada satu poin yang terkecualikan atau item yang tidak terpengaruh oleh reduksi fenomenologi. Residu itu adalah “pure consciousness” atau “transcendental consciousness” (De (Boer; 330-331). Inilah residu dari aktivitas epoche.

Surabaya, 10-03-2010

a. khozin afandi