Selasa, 09 Maret 2010

fenomenologi 2

Fenomenologi 2

Tulisan tentang fenomenologi yang telah saya muat dalam blogger sebelum ini lebih cenderung ke wilayah praktis untuk kepentingan penelitian empirik. Adapun fenomenologi 2 ini lebih tepat disebut sebagai filsafat fenomenologi Edmund Husserl. Dalam sejarahnya, Husserl (1859-1938) sangat dipengaruhi oleh gurunya, Brentano (1838-1917).
Brentano.
Pada masa kehidupan Brentano, filsafat Jerman yang tengah menjadi topik diskusi Idealisme di samping mendiskusikan tentang fenomena. Pada saat itu makna fenomena berkonotasi pada “the thinking subject”.dan tidak jarang diidentikkan dengan psikologi. Husserl sendiri mengeluh karena masih ada salah paham terhadap fenomenologi yang ia rumuskan termasuk sebagian mahasiswanya yang mengasumsikan fenomenologi Husserl adalah psikologi. Fenomenologi memang mengkaji fenomena psikis tetapi itu tidakberarti menjadi disiplin psikologi. Kekhasan fenomenologi dari psikologi terdapat pada konsep utamanya yakni reduksi fenomenologi yaitu epoche, eidetic vision, ttranscendental penomenology, inner perception, outer perceptio;n. konsep-konsep yang membedakan fenomenologi dari psikologi.

Hussrl bertemu sang guru, Brentano.
Husserl dilahirkan di Moravia, Prossnitz. Dia belajar fisika, astronomi danmatematika di Universitas Leipzig. Dari sini diameneruskan kuliah di Berlin. Tahun 1881 ia tinggalkan Berlin dan masuk Universitas Wina. Di sini dia berhasil meraih gelar doktor dengan karyanya tentang kalkulus, pada tahun 1883. Antara tahun 1884-1886 Dia meluangkan waktunya untuk mengikuti kuliah filsafat oleh Franza Brentano. Di sampin itu, dia aktif ikut dalam lingkaran “small group’ yang melakukan pertemuan-pertemuan rutin di rumah Brentano dengan tema bahasan filsafat. Baginya, Brantano memiliki daya tarik dalam kefasihan logika serta ketajaman analisis dan penjelasan. Dsinilah dia menyerap kedalaman filsafat dan sekaligus membuka wawasannya. Dia memandang Brentano tidak sebatas guru melainkan sebagai sosok yang mampu mengubah jalan hidupnya yang sempat keterjeng keragu-raguan untuk menjatuhkan pillihan apakah tetap menekuni matematika sebagai profesi ataukah filsafat. Brentao adalah figur yang mengubahnya menjadi berani memilih filsafat daripada matematika. Suatu saat, sang guru menyarankan agar dia masuk Universitas Hale. Tanpa berpikir panjang, dia mengikuti anjuran guru. Di Universitas ini dia menjadi asisten Carl Stumpf. Meski demikian, ia tetap terbayangi oleh gurunya yang sering memprtanyakan apakah kita mungkin menemukan fondasi bagi mental science. Namun demikian, dia tidak hanya menerima smua pandangan guru. Dalamperkembangannya, dia menempuh jalan yang berbeda dari gurunya.

Pandangan Brentano
Brantano sangat terkesan oleh kemajuan pesat ilmu fisika atau natural science. Temuan-temuan dalam ilmu fisika memberi manfaat praktis nbagi kehidupan umat manusia. Ilmu fisika demikian berpengaruh dalam peradaban. Kondisi ini sebaliknya dengan filsafat. Di bawah ini pokok-pokok pandangan Brentano:
1. Filsafat sedang mengalami krisis, terutama filsafat idealisme Jerman.
2. Filsafat membutuhkan reformasi.
3. Filsafat harus sejajar dengan rigorous sciences (ilmu-ilmu fisika yang rigorus) untuk mencapai kerangka kerja yang mencapai level ilmiah.
4. Membagi fenomena menjadi dua; fenomena fisik dan fenomena psikis.
5. Fenomena fisik menjadi garapan ilmu-ilmu fisika, sedang fenomena psikis menjadi garapan filsafat dan dalam hal ini filsafat fenomenologi.
6. Visi reformasi filsafat tidak mungkin dikerjakan oleh idealisme Jerman. Idealisme Schelling tak lebih sekedar “tempat bermain-main kayalan.liar. sementara spekulatif Hegel merupakan bukti kemerosotan pemikiran manusia. Lebih luas lagi dikatakan, idealismme Jerman dalam filsafat Kant dan post Kantian tidak memiliki metode saintifik Idealisme Jerman, menurutnya, bukan saintisme tetapi lebih tepat disebut mistisisme.
7. Dia tegaskan, bahwa the true method of philosophy is not othe than that of the natural sciences. “metode filsafat yang sebenarnya tak lain selain metode yang digunakan oleh ilmu kealaman.
Problema yang muncul dari proyek reformasi filsafat Brentano adalah, pertama, reformasi ini menjadikan filsafat sama dengan sains, kedua jika reformasi ini dikerjakan, filsafat tidak lagi memiliki tanah otonom sebagai hak milik garapannya yang khas filsafati. Brentano sendirimengakkui ini merupakan kesulitan ynag tidak mudah dipecahkan.
8. Basis kajian filsafat adalah psikologi yang mencakup logika, etika dan estetika dan semua ini berhubungan dnegan norma yang memang harus ada dalam kehidupan manusia.dalam kehidupan berbangsa, berpolitik, berekonomi dan termasuk pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dengan demikian, ke depan, filsafat tetap memiliki peran.

Pandangan Husserl
Di bawahini pokok-pokok pandangan Husserl.
1. Ia menerima gagasan gurunya bahwa filsafat tengah mengalami krisis karena itu diperlukan ada reformasi
2. Dia tidak sepenuhnya mnerima penilaian gurunya tentang idealisme Jerman. Dia menerima pendapat gurunya bahwa idealisme Jerman bukan saintisme tetapi idealisme dapat membangkitkan spirit yang mendorong mental intelektual aktif bergerak dan tidak hanya sebatas kaki langit dunia empirik. Idealisme tetpa berharga, punya peran dan layak dihargai.
3. Idealisme memang sedang terdesak oleh kemajuan sains teknologi. Namun Husserl memandang ini sebagai sebuah fakta budaya dan tidak harus meloncat kepada kesimpulan bahwa idealisme tidak berharga karena idealisme sejajar dengan mistisisme.
4. Dia tidak dapat menerima proyek naturalisme filsafat.sebagai upaya reformasi.
Memasuki tahun 1882, setelah melalui sekian kali polemik Dengan Husserl, Jhering dan Adolf Exner, rektor Universitas Wina, Brentano mmulai enunjukkan perubahan. Dia tidak meneruskan proyek naturalisme filsafat dan mulai cenderung ke fenomenologi, demikian tulis De Boer; (1978;106-109).. Mula-mula dia membuat pernyataanbahwa metode induktif tidak menghasilkan temuan norma yang valid secara universal. Kepada kaum positivis dia mengatakanbahwa penalaran positivistik harus membuat satu ruang baru untuk penalaran dengan menggunakan konsep baru. Menurutnya, norma itu ditemukan di dalam dan melalui analisis deskriptif terhadap kesadaran.
Husserl dan Brentano memandang filsafat harus dapat memberi arah dan bimbingan hidup bagi umat mnusia.Ide mengenai pentingnya kehidupan yang bertanggung jawab secara etis membutuhkan satu bangunan ilmu etika..Mereka berkata, membangun fondasi ilmu-ilmu normatif tidak mungkin dengan metode positivistik.
5. Husserl dan Brentano dikenal sebagai dua filsuf yang gigih berusaha membangun ilmu normatif melalui analisis kesadaran secara fenomenologis (De Boer, 1978; 500).
6. Beberapa konsep fenomenologi
1). Consciousness is the ground and basis of reality and ideality (De Boer, 1978; 301). Analisis fenomenologi adalah analisis terhadap aktivitas-aktivitas yang terdapat dalam kesadaran. Kesadaran merupakan dasar dan basis dari realitas dan idealitas. Setelah kesadaran menangkap fenomena yang masuk ke dalam dirinya, kesadaran memunculkan beberapa aktivitas antara lain persepsi, memahami, menafsirkan, imajinasi, motivasi.
2). Intensionalitas. .Intensionalitas merupakan karakteristik khas kesadaran yang terdapat dalam fenomena psikis. Konsep ini mulanya digunakan Brentano unutk membedakan fenomena fisik dengan fenomena psikis. Intensionalitas adalah entitas yang obyektif terdapat di dalam psikis. Intensionalitas menunjuk aktivitas yang mengarah ke obyek, menuju ke dan ini merupakan khas karakter makhluk psikologis. Setelah mengarah ke obyek, ia kemudian kembali ke dalam kesadaran, “directedness toward an object and turn to the conten (consciousness). Banyak orang masuk toko swalayan tetapi intensionalitasnya pasti berbeda-beda. Sebagian menuju ke sepatu, lainnya ke baju, lainnya ke tas. Si A tertarik kepada sebuah baju yang sangat bagus. Dia amati seksama dan muncul rasa senang terhadap baju itu; lalu muncul dan berkembanglah persepsi dan imajinasi tetapi buru-buru kembali ke dalam kesadaran diri sambil bertanya, apakah aku membawa uang yang cukup untuk membeli baju yang ternyata harganya mahal ini? Padahal masih ada kebutuhan lain yang lebih mendesak. Demikianlah, ada sekian aktivitas di dalam kesadaran diri. Inilah ciri khas fenomenologi, directedness toward an object and then turn the the content (consciousness).
3). Cara berfikir fenomenologis vs cara berfikir normal (wajar atau pada lazimnya).
Dalam berfikir secara normal kita mengarahkan aktivitas ke obyek.lalu melakukan tindak mengumpulkan data, membuat klasifikasi, menganalisis, merumuskan hipotesis. Dalam berfikir cara fenomenologis, kita diajak kembali ke aktivitas itu sendiri guna menganalisis aktivitas tersebut. Aktivitas membuat persepsi, interpretasi atau imajinasi. Apakah aktivitas ini dalam wilayah imanen atau sudah masuk wilayah transenden, apakah ini inner perception atau outer perception, apakah ini imajinasi yang berlebihan, apakah aktivitas ini masuk dalam wilayah kognitif (akal) atau konatif (psikologi).
4). Inner perception dan outer perception.
Hadirnya fenomena ke dalam kesadaran batin memunculkan aktivitas yang disebut “persepsi”.Fenomenologi memilah persepsi menjadi dua; inner dan outer. Sya sulit untuk mengindonesiakan dua istilah ini. Inner percepstion berada dalam wilayah immanen, sedangkan outer perception masuk dalam wilayah transenden..Contoh inner perception, seorang mahasiswa melihat dua orang lawan jenis tengah besitegang dan saling memukul di suatu tempat. Setibanya di kampus, dia mengabarkan apa yang dia llihat seperti apa adanya, tidak menambah apa-apa, tidak memebri komentar sedikit pun, tidak memberi penjelasan apa-apa dan tidak menafsrikan kejadian yang dilihatnya. Ia hanya mengatakan apa adanya. Ini adalah inner perception.Karena itu ia masuk wilayah immanen. Sebaliknya outer perception, ia tidak hanya mengabarkan apa adanya melainkan ia menafsirkan, memberikan penjelasan panjang lebar, bahwa yang berkelahi itu adalah sepasang suami isteri yang tengah bertengkar yang disulut oleh api cemburu dan…… Penjelasan ini sangat mungkin benar atau sangat mungkin salah. Penjelasan ini patut dipertanyakan. Karena mengundang pertanyaan danbahkan dapat diragukan kebenarannya, maka ia adalah outer perception.dan telah keluar dari wilayah immanen menembus masuk ke wilayah transenden. Ini nanti terkait dengan doktrin reduksi fenomenologi, atau reduksi model fenomenologis, epoche dan eidetic vision..Husserl mengatakan, semua jenis transenden harus diletakkan di dalam kurung, di epoche, di bracketing, ditunda terlebih dahulu, tidak dipakai dahulu, tidak diyakini kebenarnnya lebih dahulu, di diskoneksi. Jadi reduksi model fenomenologi adalah reduksi (pemurnian) obyek dari semua hal yang transenden. Setelah hal yang transenden dibersihkan maka yang ada tinggal apa yang immanen; karena immanen, maka tidak perlu didiskoneksi, disuspensi. Saya melihat seseorang duduk sendirian di satu tempat dan fenomena ini masuk ke dalam kesadasran batin saya, maka ini merupakan sesuatu yang immanen dan tidak perlu diragukan. Dalam hal inilah, Husserl dapat dinyatakan sebagai melakukan protes terhadap doktrin “keragu-raguan” Descartes yang memminta segala apa yang dilihat untuk diragukan. Sesuatu yang immanen, tidak perlu diragukan. Harga tiket KA memang sebesar itu sesuai daftar harga resmi dan tidak perlu diragukan.
Ada yang terkait dengan doktrin outer perception yang transenden yang harus didiskoneksi dan disuspensi terlebih dahulu, yakni doktrin tentang “presuppositionlessness” atau tanpa memiliki praduga. Pemurnian model fenoenologi mencakup pemurnian obyek dan permurnian subyek. Obyek dimurnikan (dibersihkan) dari hal-hal yang transenden, di sisi lain subyek peneliti juga memurnikan diri dari hal-hal yang transeden. maka terciptalah kondisi di mana subyek-peneliti terbersihkan dari segala praduga. Husserl menegaskan demikian, “apa yang diamaksud dengan tanpa praduga (presuppositionlessness) adalah demikian, bahwa para peneliti harus membatasi diri hanya pada wilayah percepsi inner (karena ia immanen. Karena immanen maka tidak perlu diragukan dan dipertanyakan) ; berkata Husserl, “the presuppositionlessness menas that the epistemologist must limit himself to the realm of inner perception" (De Boer, 1978; 176).
Dalam doktrin fenomenologi, fenomena dibagi menjadi dua; pertama fenomena obyektif, kedua fenomena subyektif, yang dimaksud adalah the acts of consciousness. Aktivitas yang ada dalam kesadaran adalah intensionalitas itu sendiri, persepsi, imajinasi, interpretasi, kehendak, motivasi
. Husserl memandang intensionalitas sebagai entitas yang menghubungkan kesadaran batin dengan obyek (fenomena luar diri). Ketika obyek masih independen dari kesadaran, obyek itu disebut dengan “thing in itself”. sesuatu yang ada dalam dirinya sendiri; belum menjadi perhatian kesadaran. Namun ketika obyek telah menjadi tujuan intensionalitas maka obyek itu menjadi“intentional object”. .Melalui intensionalitas, obyek “thing in itself” diubah menjadi “intentional object” (De Boer, 1978; 6-8, 319-320).
Dalam blogger saya sebelum ini telah dikatakan bahwa intensionalitas merupakan fondasi dari struktur kesadaran.. Struktur kesadaran itu adalah intensionalitas, persepsi, imajinasi, kognisi, interpretasi, kehendak, emosi, motivasi.. Di samping sebagai fondasi stuktur, intensionalitas juga berperan menghubungan diri dengan dunia luar (fenomena obyek luar diri).
Sekedar selinga, saya ingin menegaskan, jika seseorang merancang penelitian dengan judul “Fenomena klas sosial……”, maka tidak secara otomatis bahwa dia harus menggunakan pendekatan fenomenologi dengan alasan apa yang diteliti adalah fenomena. . Dikatakan oleh Aron Gurwich, jika kamu tidak menggunakan metode fenomenologi kamu tidak melakukan apa-apa tentang fenomenologi
3). Tentang residu atau sesuatu yang tersisa
Residu adalah bagian akhir dari doktrin fenomenologi Husserl. Konsep residu berada pada tahap transcendental phenomenology, fenomenologi transendental. Tahap ini terjadi manakala fenomena obyektif dan fenomena subyektif telah dimurnikan atau dibersihkan dari semua hal yang transenden ada satu poin yang terkecualikan atau item yang tidak terpengaruh oleh reduksi fenomenologi. Residu itu adalah “pure consciousness” atau “transcendental consciousness” (De (Boer; 330-331). Inilah residu dari aktivitas epoche.

Surabaya, 10-03-2010

a. khozin afandi

1 komentar: