Kamis, 04 Februari 2010

Dasar filosofik studi keislaman

DASAR FILOSOFIK STUDI KEISLAMAN



Tulisan ringkas dengan tema dasar filosofik di atas mengacu kepada al-Quran yang di dalamnya terdapat banyak ayat yang meminta umat manusia memanfaatkan potensi rasio.Secara kategoris, aktivitas rasio terdapat dalam tiga wilayah:
1. dalam filsafat,
2. dalam sain, dan
3. dalam pemahaman atau rational understanding, yakni pemahaman rasio terhadap nas al-Quran atau as-sunnah, dalam upaya tafaqquh fid-din.
Tiga kerangka di atas – dalam sejarah kejayaan Islam, telah digunakan para ulama atau ilmuwan Muslim saat itu dan tetap berlaku sampai . sekarang. Apa yang membedakan dahulu dan sekarang terletak pada tantangan yang dihadapi..
Makalah ini tidak berpanjang lebar membahas kejayaan sejarah islam dan peran umat islam masa lalu yang mungkin dapat menghabiskan puluhan halaman untuk mengurai secara detail. Sebab apa yang diarah oleh tulisan ini, sebenarnya, adalah tentang kesiapan generasi Muslim saat ini –khususnya- yang menimba ilmu dan mereka yang mengelola PTAI, menjawab tantangan isu-isu modern khususnya isu budaya keilmuan untuk memilih dan memilah, lalu menguasai dan mendalami.


Dalam tradisi filsafat yang bersifat rasional kita temukan dua karakter yang melekat di dalamnya yakni, keyakinan dan argumentasi. Dalam sejarahnya yang panjang, dua karakter ini menjadi tradisi kehidupan filsafat. Thales, Anaksimander dan Anaksimenes, Heraklitus, Parmenides, Demokritus, Leukipus, Kaum Sofisme dan Sokrates serta Plato dan Aristoteles. Para filsuf Yunani angkatan awal mendiskusikan problema substantif yakni tentang materi dasar alam. Tema lainnya yang didiskusikan mereka adalah problema perubahan. Persoalan yang didiskusikan adalah; apa yang merupakan materi dasar atau materi awal alam; sementara masalah perubahan adalah persoalan tentang apakah perubahan itu ada atau hanya sekedar penglihatan indera.
Adalah Thales – dipandang sebagai perintis lahirnya disiplin filsafat – orang pertama yang melakukan protes terhadap mitos yang saat itu dominan digunakan menjelaskan alam. Thales melakukan protes terhadap cara ini dan meminta penggunaan rasio utnuk menjelaskannya sehingga terbuka untuk didiskusikan dengan kemungkinan diterima, ditolak atau diperbaiki oleh pihak lain. Thales mengajukan pendapat bahwa materi dasar alam ini adalah air dan dia menguatkannya dengan argumentasi. Pendapat itu menggambarkan keyakinannya. Menurutnya, penjelasan tentang alam seharusnya diambil dari unsur yang terdapat di dalam alam itu sendiri dan tidak sesuatu yang berada di luar alam. Pendapat ini tidak diterima oleh dua muuridnya yang senior maupun yang junior. Anaksimander berkeyakinan bahwa bahan dasar alam adalah “apeiron”, sesuatu yang tak terhingga dan bukan merupakan salah satu unsur yang ada dalam alam ini. Air tidak memiliki sesuatu keistimewaan apa-apa dibanding dari unsur-unsur alam yang lain dan karena itu dia tidak perlu diistimewakan dan diangkat ke suatu tempat istimewa sebagai bahan dasar alam ini. Murid yasng lebih junior, Anaksimenes menolak air maupun apeiron sebagai bahan dasar alam. Dia mencoba menggabungkan dua pendapat pendahulunya. Hasilnya, bahan dasar alam menurutnya adalah udara. Udara adalah unsur yang tak terhingga dan tak terbatas sehingga memenuhi kriteria Anaksimander; di sisi lain, udara adalah unsur yuang ada di dalam alam itu sendiri dan bukan sesuatu luar alam sehingga memenuhi kriteria Thales. Empedokles menolak pendapat terdahulu itu semua dan mengajukan pendapatnya bahwa bahan dasar alam ini adalah air, udara, api dan tanah (empat unsur). Diskusi tentang bahan dasar alam terus berlanjut sampai lahirnya teori atom Demokritus dan Leokipos.
.Ada satu persoalan yang sama, ykni tentang materi dasar alam, namun para filsuf memberikan jawaban yang berbeda-beda. Fakta inilah yang melatari lahirnya kaum Sofis. Kaum ini berkeyakinan tidak ada pengetahuan yang obyektif. Semua pengetahuan subyektif, tergantung kepada pendapat subyek. Pandangan kaum ini ditentang oleh Sokrates yang berkeyainan bahwa ada pengetahuan obyektif. Menurutnya, pengetahuan obyektif tidak terdapat pada dunia yang tampak mata yang bermacam-macam ini melainkan terdapat di dalam dunia ide demikian dia berargumen. Sokrates memberi contoh “sekuntum bunga, indah”. Sekuntum bunga adalah dunia inderawi, indah adalah dunia ide. Sekuntum bunga dinyatakan indah karena ada partisipasi dunia ide ke dalamnya. Jika partisipasi itu sudah lenyap, maka sekuntum bunga itu tidak lagi indah. Dalam hal ini, yang berubah adalah sekuntum bunga sedangkan indah tidak berubah. Indah tetap ada dan tetap indah.
Manusia telah mengenal dunia ide sebelum dilahirkan ke dunia empirik. Di dunia ini manusia tinggal mengingat kembali apa yang telah dikenal sebelum lahir. Cara mengingat kembali itu melalui pengajaran, melalui dialog dan melalui definisi.

Ajaran ide tersebut dilanjutkan oleh muridnya, Plato, yang nantinya dikenal sebagai pendiri madzhab idealisme-rasionalisme.
Dalam doktrinnya, Plato membagi dunia pengetahuan menjadi dua yakni dunia yang tidak tampak (unseen) dan dunia yang tampak inderawi (seen}. Dunia unseen adalah dunia yang tidak tampak mata. Ini adalah dunia yang hakiki, dunia rielitas, yakni Ide. Ketika menjawab pertanyaan .murdnya, dia menjawab bahwa terdapat dalam alam Ilahi (in the Divine realm), riwayat lain menyatakan, in the Divine Mind..Namun ketika ditanya contoh konkritnya dia tidak menjelaskannya.
Kualitas dunia yang hakliki ini tunggal, abadi dan tak berubah-ubah. Dunia hakiki adalah obyek yang dipahami rasio dan menghasilkan pengetahuan yang sejati, “genuine knowledge”.. Sebaliknya dunia yang tampak mata adalah dunia individual-partikular; dunia maya atau bayang-bayang. Dunia ini ditangkap oleh indera dan menghasilkan pendapat yang kualitasnya di bawah “genuine knowledge”..Ide adalah obyek pengetahuan rasio. Dalam hal ini, rasio menjadi sarana untuk menghasilkan pengetahuan. Plato menyatakan bahwa ide itu terdapat dalam empat wilayah yaitu etika, logika, estetika dan eksistensi. Wilayah etika antara lain jujur, baik, adil, sopan. Dapat dipercaya; logika antara lain dalam matematika; jika uang kita tadi satu juta dan kini tinggal setangah juta maka yang berubah bukan ide angka, melainkan apa yang tampak mata; angka satu juta tetap ada karena dia dunia ide. Estetika adalah indah tidak indah, sementara eksistensi dengan contoh, Bntuk kerbau yang tampak mata seperti ini, dan ini sesuai dengan ide yang telah ada di alam Ilahi
II
Rasional saintis.
والله أخرجكم من بطون أمهاتكم لا تعلمون شيئاوجعل
لكم السـمع والفوأد لعلكم تشـكرون (النحل:28).


Ada dua unsur utama dalam kerja ilmiah yaitu observasi dan merumuskan hipotesis. Observasi adalah peran indera (pendengaran dan penglihatan) mengumpulkan fakta, data, informasi sementara yang merumuskan hipotesis adalah akal budi. Hipotesis atau teori merupakan konstruk akal. Dalam bahasa al-Quran, observasi adalah indhar.
Langkah awal atau fondasai dasar dari kerja ilmiah adalah observasi. Dalam observasi ilmiah yang berperan adalah indera. Indera yang disebutkan dalam dua ayat di atas adalah penglihatan dan pendengaran. Tujuan obseravasi adalah mengumpulkan bahan baku yang akan dimasak untuk menghasilkan konstruk ilmiah dalam hal ini teori ilmiah. Karena itu, apa yang disebut dengan ilmu bukan sekedar tumpukan fakta atau tumpukan data. Hanya sekedar melaporkan sejumlah fakta seperti apa yang dilihat kemaren secara obyektif bukan sebuah kerja ilmiah. Tumpukan fakta itu masih merupakan bahan baku, bahan mentah untuk diolah dan disajikan..
Dalam sejarah keilmuan, banyak sarjana Muslim melakukan aktivitas ilmiah baik untuk ilmu-ilmu nomografi maupun ideografi. Dalam ilmu nomografi, Islam melahirkan berbagai sarjana astronomi, matematika, fisika, kedokteran maupun obat-obatan. Sementara dalam ideografi memunculkan disiplin sejarah. Nama-nama ilmuwan Muslim yang telah melakukan penelitian empirik (di observatorium) dan memenuhi standard ilmiah tercatat dalam sejarah dunia. Mereka antara lain Abu Bakr Muhammad bin Zakaria al-Razi, ilmuwan kedokteran, murid Ali ibn Sahal Rabban at-Tabari – seorang Yahudi yang masuk Islam, Ibn Sina filsuf dan sekaligus ahli kedokteran. Dia menulis buku “qanun at-Tibb. Dalam matematika nama-nama terkanl adalah Abu al-Isfahani, Rustam al-Kuhi, Abdul Jalil al-Sijazi, al-Khawarazmi,
dalam astronomi terdapat Abdur-Rahman al-Sufi, Ahmad al-Saghani, Al-Sufi menulis karya “ Kitab al-Kawakib al-Tsabit al-Musawwar”, Ibn Musa bin Syakir membangun observatorium pribadi di rumahnya. Para astronom Muslim minatnya pada melakukan observasi tentang gerak gerik benda-benda angkasa.. Di antara observatorium itu ada yang dibangun oleh pribadi di samping oleh bantuan penguasa. Seperti observatorium di Siraz, Samarkand dan Nisapur. Salah satu darinya yang terkenal adalah observatorium Matagha di bawah pimpinan Nasiruddin at-Tusi. Ibn Syatir (1375) mengembangkan prangkat observatorium at-Tusi dengan menciptakan planet buatan yang bergerak mengelilingi sentral. Elposito menyatakan dalam tulisannya bahwa 150 tahun kemudian, model planetarium Ibn Syatir ini direpoduksi ulang oleh Copernicus untuk tujuan observasi gerak-gerik benada-benda alam danmenghasilkan temuan teori bahwa “mataharilah” yang mnejadi pusat jagad raya menggantikan pandangan yang telah berlaku selama ini bahwa “bumi adalah pusat jagad raya”. Dalam tradisi ilmiah, Copernicus dipandang melakukan apa yang disebut dengan “revolusi ilmiah” atau sebuah revolusi Copernican”. Layaknya revolusi, ada pihak yang kalah dan yang menag. Dalam hal ini, Copernicus keluar sebagai pemenang. Ini sekaligus dicatat dalam sejarah sebagai lahirnya sains modern yang sebelumnya masih menyatu dalam filsafat. Dalam perkembanganya, sains menegaskan jati dirinya dengan metode ilmiah yang memisahkan diri dari metode berfikir kefilsafatan. Munculnya aliran positivisme Comte makin memberikan kekuatan sains menjaga dan mengmbangkan diri. Metode sains tidak sebatas untuk ilmu-ilmu kealaman melainkan merambah ke ilmu-ilmu sosial.
Karier ilmiah ilmuwan Muslim yang secara singkat kami urai di atas terjadi menyusul penterjemahan karya-karya dari Yunani dan India.
Pelajaran dari sejarah ilmuwan Muslim di atas dapat diambil untuk kepentingan saat ini. Inti pelajaran itu adalah semangat mendalami dan menguasai ilmu pengetahuan modern.
Dalam perkembangan modern, Wilhelm Dilthey memilah dunia obyek ilmumenjadi dua yakni,
natur wissenschaft dan geistes wissenschaft (nomografi dan ideografi)

Natur Geistes
1.posisi subyek (peneliti) terpisah dari obyek 1. posisi subyek menyatu dengan obyek
2. metode explanation (menjelaskan) 2. understanding (verstehen)
3. pengujian/pembuktian, dapat diulang 3. pembuktian tak dapat diulang
4. hasilnya, merumuskan hukum; generalisasi (nomologi) 4. pemahaman terhadap simbol (ideografis); setiap kejadian memiliki kekhasannya sendiri.


III
Pemahaman rasional (rational understanding), yakni tafaqquh fid-din. Apa yang dikehendaki dengan pemahaman rasional di sini adalah pemahaman terhadap teks dengan rasio. Dalam sejarah keilmuan Islam tercatat ada gerakan tadwin yang berlangsung kurang lebih satu setengah abad. Gerakan tadwin adalah gerakan pengumpulan dan pembukuan ilmu-ilmu keagamaan;Tafsir, hadis, fiqh, bahasa Arab termasuk sastra, ilmu akidah dan tasawuf. Mungkin muncul pertanyaan yang menggelitik, “kita adalah generasi kini yang menekuni ilmu keagamaan, “bagaimana kita mempersiapkan diri memiliki semangat sejarah masa lalu? Kita adalah generasi saat ini lengkap dengan tantangan saat ini, Di smping itu, prediket Muslim menuntut kita tetap memberikan perhatian terhadap khazanah warisan masa lalu. Semoga

Surabaya, 05-02-2010.

a. khozin afandi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar