Her4
HERMENEUTIKA 4
TAFSIR HORIZON
DAN
SITUASI
Di bawah ini akan dibahas beberapa konsep Gadamer, Ricoeur dan Habermas
1 Gadamer
Beberapa teorinya yang akan dibahas antara lain:
a. teori pemahaman
b. teori horizon,
c. fusion of horizon,
d. aleanating distanctition dan belonging experience.
a). Teori pemahaman
Gadamer membedakan dua bentuk pemahaman;
1). pemahaman terhadap truth content
2). pemahaman terhadap intention.,
1) the understanding of. truth content
Memahami truth content atau makna yang dikandung dalam suatu proposisi berarti memahami substansi materi pokok dalam suatu teks atau proposisi. Misalnya, seseorang memahami teori geometri Euclid, seseorang memahami teori \merton tentang fungsi manifes dan fungsi laten.. Di sini memahami berarti mengetahui kebenaran sesuatu Pemahaman jenis ini mencakup pmahaman terhadap materi pokok.
Berbeda dari pemahaman jenis pertama di atas, pemahaman yang kedua (intention) adalah memahami kondisi atau situasi di balik tindak ucapan atau tindak perbuatan; yakni memahami kondisi ekstra mengapa seseorang melakukan tindak pembunuhan yang jelas merupakan tindakan salah, apalagi terhadap keluarganya sendiri; pemahaman jenis ini membutuhkan pemahaman terhadap kondisi pelaku, kondisi psikologis serta situasi yang melingkunginya. Ucapan yang mudah dipahami adalah yang masuk akal; ini juga berlaku bagi perbuatan..
Namun, kita bisa tetap tertarik terhadap perosoalan genetic (penelitian yang mencari kondisi-kondisi ekstra penyebab munculnya tindak ucapan atau tindak perbuatan) meskipun truth content dapat dipahami. Warnke menulis demikian,
"Yet we can be interested in genetic questions even when we accept the truth of claim. Thus we are interested in the conditions that facilitated the discovery of geometry, for example (Warnke, 1987; 7-8 )
b) Teori horizon
Uraian ringkas berikut ini diharap sebagai upaya membantu memperoleh gambaran tentang teori horizon Gadamer. Secara harfiah horizon adalah wawasan yang sedikit banyak dikondisikan oleh situasi. Orang menyadari terhadap situasi di mana dia di dalamnya. Situasi dan kesadaran terhadap situasi atau "situated consciousness". Contoh, seorang ayah dahulu dididik dalam situasi pondok tradisional membaca kitab dengan teknik sorogan atau weton; materi pendidikan tergntung pda kitab yang diajarkan. Melalui usaha keras, ekonominya bekembang pesat dan dapat memasukkan anak yang dicintainya mengenyam pendidikan modern bahkan sampai ke luar negeri dengan situasi modern Amerika atau Inggris. Bapak anak punya situasi yang berbeda, situasi yang membedakan keduanya menimbulkan jarak antar bapak dan anak. Suatu saat kedua situasi ini bertemu lengkap dengan kesadaran situasinya. Masing-masing memiliki horizonnya sendiri. Masing-masing dalam unique horizon nya. Jika masing-masing bertahan dalam unique horizonnya dan tidak menerima horizon pihak lain, peluang terjadi ketegangan amat terbuka. Dalam kondisi ini, fusion of horizon terkendala. Fusion horizon terjadi jika antar pendapat yang berbeda merupakan horizon yang terbuka, ada kondisi bisa saling memberi dan menerima. "Where there is a situation there is an horizon which can be contracted or enlarged". Di manapun ada situasi di sana ada horizon dan itu bisa diringkas atau diperluas. Ricoeur mengakui, Gadamaer memberi kita teori ini, bahwa komunikasi antar dua kesadaran situasi yang berbeda bisa lancar melalui peleburan horizon mereka. Ada titik yang mempertemukan pandangan mereka yang berbeda, horizon mereka terbuka; "the communication at a distance between two differently situated consciousness occurs by means of the fusion of their horizon, that is, the intersection of their views on the distant and the open" (Thompson; 1983; 62)
Kini kita membuat kias imajinatif, ayah adalah generasi yang mewakili situasi masa lalu, katakanlah abad skolastik Islam, sementara anak adalah generasi sekarang yang telah menyesuaikan diri dengan perkembangan modern. Aanak adalah masa kini lengkap dengan horison modern, sementara ayah adalah horizon masa lalu. Dalam figure kias imajinatif, ayah adalah Imam al-Ghazali yang wafat tahun 1111 M, atau kira-kira seribu tahun ynag lalu. Dalam kurun seribu tahun, sudah tentu telah terjadi sekian banyak perkembangan termasuk dalam ilmu pengetahuan atau sejarah pemikiran. Pertanyaan yang muncul, mungkinkah anak sebagai horizon kini mengadakan komunikasi dialogis dengan figur Imam al-Ghazali yang hidup seribu tahun ynag lalu? Dalam tradisi hermeneutika, itu mungkin terjadi melalui suatu medium, yaitu teks. Adakah al-Ghazali meninggalkan teks? Jarak waktu masa lalu dan masa kini didekatkan melalui teks.. Dengan adanya teks, generasi kini tergerak untuk mengetahui sejarah atau pemikiran tokoh masa lalu. Lalu dirumuskan demikian, sejarah memiliki kekuatan yang menggerakkan pemahaman. Inilah kira-kira yang dikehendaki dengan konsep historical efficacy, the effective history atau the historical effectives. Sejarah secara effektif punya kekuatan menggerakkan. Teks sebagai medium jarak. Masa lalu dan masa kini yang terjarak menjadi akrab, salah satunya. melalui teks.
Muncul pertanyaan lain, adakah teks al-Ghazali diajak berdialog dengan ide atau konsep-konsep yang mutakhir yang menjadi horizon generasi saat ini? Mungkinkah kita memahami teks atau konsep al-Ghazali tertentu dengan horizon saat ini?
"…understanding can be seen in its genuine productivity. It is the formation of a comprehensive horizon in which the limited horizon of text and interpreter are fused into a common view of the subject-matter, the meaning, with which both are concerned” (David Linge, 1986; xix)
.
Nukilan di atas menyatakan; a) horizon teks itu terbatas. Kita membaca sebuah teks kuno abad skolastik. Teks itu merupakan gambaran situasi di mana pengrang teks hidup dalam masa itu.. Umpamakan kita membaca teks tasawuf abad skolastik. Kita tidak bisa menambahkan pendapat kita sendiri ke dalam teks tersebut kita punya penguasaan bahasa Arab yang standard. Teks tasawuf tetap seperti itu, kita tidak menambahkan atau mengurangi, b) pemahaman terhadap teks dan upaya membangun horizon yang komprehensif merupakan tugas penafsir saat ini dengan horizon kekinian, yakni horizon penafsir sendiri. Apa yang dapat dilakukan penafsir adalah peluasan horizon masa lalu dengan masa kini di bawah konsep common view.
Misalnya, mungkinkah materi pokok teks tasawuf mewakili horizon masa lalu diajak berdialog dengan teori-teori kejiwaan yangberkembang pada saat kini semisal teori id, ego, super ego milik Segmund Freud? Dapakah common view yang dikehendaki dan atau tidak bertentangan dengan dua horizon yang terjarak sekian jauh itu dikonsepsikan dalam rumusan "membentuk kepribadian". Jika penafsir menguasai horizon teks dan juga menguasai teori-teori kepribadian,maka upaya dialog dengan mengambil sesuatu yang bersifat common view terbuka untuk dilaksanakan.
Contoh lain, mungkinkah teks tafsir Ibn Kathir tentang perubahan dalam ayat "innallah la yghayyiru ma bi qawmin, hatta yughayyiru.. ma bi anfusihim" di ajak berdialog dengan horizon saat ini tentang perubahan sosial dan perubahan budaya dengan teori perubahan sosio-kultural yang berlaku saat ini? Apakah Ibn Kathir telah berbicara tentang perubahan dengan teori mekanistik atau teori cybernetic atau mobilitas status? Jika tidak berbicara masalah tersebut apa yang penafasir lakukan saat ini? Teori perubahan sosial budaya tidak tercantum si dalam teks tafsir Ibn Kathir. Fakta ini membuat penafsir berasumsi bahwa ada tanah kosong dalam penafsiran Ibn Kathir tentang perubahan yang terdapat dalam suatu ayar al-Qur'an. Karena ada tanah kosong, naka ada peluang baginya melakukan rekonstruksi hermeneutik melalui dialog antar horizon; horizon teks Ibn Kathir dengan horizon peneliti yang dikonsepsikan sebagai fusion of horizon.
Teori horizon Gadamer memperbaiki visi kita, demikian David Linge (1986; xix) menulis,
"By revising our conception of the function of the interpreter's present horizons, Gadamer also succeeds in transforming our view of the nature of the past which now appears as an inexhaustible sources of possibilities of meaning rather than as passive object of investigation .
Seperti diuraikan di atas, teori horizon menjelaskan terbukanya peluang dialog masa lalu dengan masa kini lewat dialog dengan medium bahasa..
Aleanating distanciation dan belonging experience.
Teori di atas lebih berkecenderungan memasuki wilayah ilmu kemanusiaan yang karakteristiknya empirik daripada sebagai teori penafsiran teks atau teori dioalog horizon. Melalui teori ini Gadamer berupaya memberikan sumbangsihmya kepada ilmu kemanusiaan atau ilmu sosial, dua istilah, yang sering dipergunakan dalam hermeneutika dariapada menggunakan istilah sosiologi.. Karakter obyek ilmu kemanusiaan berbeda dari ilmu alam. Obyek ilmu alam–benar- benar out of there berupa benda-benda fisik yang terpisah dari subyek pelaku penelitian.. Antara subyek dengan obyek tidak terdapat kesamaan apa-apa sehingga kualitas keobyektifannya terjaga. Kondisi ini berbeda dari ilmu kemanusiaan di mana subyek peneliti dengan obyek yang diteliti sama secara eksistensial; punya pengalaman pahit-manis, punya rasa kecewa dan banyak hal lain yang sama, banyak pengalaman yang sama. Subyek dan obyek, kata Gadamer, berada dalam keadaan belonging experience, sama-sama memiliki pengalaman sehingga kualitas terjaganya obyektif tidak otomatis seperti obyek fisika. Memahami pengalaman orang lain adalah memahami pengalaman dirinya sendiri. Karena itu, dia mengajukan onsep “aleanating distancsiation” yang bermaksud penciptaan jarak yang memisahkan subyek dari obyek; dengan cara pengambilan jarak, subyek berposisi sebagai diri ysng terasing-terpisah dari obyek yang dikaji atau eksternalisasi, menurut istilah sosiologi. Eksternalisasi merupakan sebuah proses mengeksternal (berada di luar obyek) guna menciptakan jarak antara subyek peneliti dengan obyek yang diteliti.. Keadaan ini perlu dilakukan untuk tujuan menjaga kualitas obyektif ilmu kemanusiaan. Akan tetapi Gadamer tidak memberikan solusi yang mencukupi ,misalnya, bagaimana kerangka kerja penelitian untuk terjaganya keobyektifitasan ilmu ini.
Tentang ideologi
Tentu amat banyak sarjana yang terlibat diskusi tentang ideologi, namun dalam kesempatan ini, penulis membatasi pada Manheim, Marx, Giddens, Ricoeur, Habermas.
Karl Marx menyatakan bahwa ideologi mengekspresikan kepentingan (interest) klas dominan atau menjadi pembenar kepentingan klas dominan.
Istilah ideologi telah menjadi demikian umum. Menurut Mannheim, penggunaan istilah ini awalnya berangkat dari kasus-kasus partikular yang kemudian berkembang menunju ke konsep ideologi yang berlaku umum. Mula-mulanya konsep ini oleh Mannheim diaplikasikan untuk menggambarkan suatu situasi di mana satu pihak bersikap skeptis terhadap ide-ide yang dikemukakan oleh pihak lain sebab ide-ide itu dirancang sedemikian cerdik untuk menyembunyikan kepentingan pihak mereka sendiri namun dengan berbagai retorika yang disusun rapi, mereka tidak mengakui. Mannheim, secara tidak langsung telah memilah antara particular ideology dan total ideology. Konsep ideologi sebagai ideologi total menunjuk kepada ideologi yang berlaku dalam suatu kelompok, atau klas sosial atau dalam satu periode sejarah tertentu.
Konsep ideologi sebagai partikular atau total dikaitkan dengan fakta bahwa masing-masing konsep ideologi itu merupakan manifestasi dari keyakinan-keyakinan atau ide-ide yang dalam banyak hal merupakan produk sosial-budaya yang digambarkan oleh Habernas sbb,
“Dalam abad kontemporer ini, teknologi dan sains teriikat dalam ideologi. Menurut Habermas bersatunya sains dan teknologi serta melemahnya ide-ide borjuis, maka ideologi yang berlaku kini dalah ideologi teknokrat, isinya sains dan teknologi”.
1. Berbeda dari Habermas, Althusser memandang ideologi bukan sebagai produk masyarakat borjuis secara khusus. Ia juga bukan sebagai proses komunikasi yang disimpangkan secara sistematis; ideologi secara fungsional aalah suatu ciri yang menjadi karakter eksistensi setiap masyarakat. Baginya, ideologi tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat.
Ideologi adalah penguat ikatan sosial Secara umum, demikian Giddens, ideologi merupakan kondisi yang mesti ada dalam suatu masyarakat dan menjadi medium kesadaran individu. Kita telah maklum bahwa ideologi merupakan gambaran mengenai keyakinan-keyakinan yang digunakan bersama dalam sebuah kehidupan kelompok, masyarakat dan bangsa.
. Ideologi dan interes
Dapatkah dikatakan bahwa interes itu obyektif. Ya, jawabnya. Teori menyatakan demikian, bahwa interes itu obyektif jika dikaitkan dengan kehidupan kolektif. Seseorang yang memiliki interes tertentu dan interes itu juga secara umum dimiliki oleh para anggota dalam kelompok itu, maka inters itu adalah obyektif bukan subyektif. Untuk mencapai ruang obyektif, maka individu harus masuk ke dalam inters umum di dalam group.
Paul Ricoeur (Ricoeur, 1991; 249, 251): membahas ideologi sebagai fenomena dan memerinci ke dalam lima ciri;
1. ciri pertama, ideologi itu bersifat justificatory, pembenar terhadap suatu tindak atau pendapat; logika pembenaran, dan istilah ini sudah terkenal; yakni logika atau rasio menjadi instrument pembenar.
2. Ideologi bisa disebut dengan teori "social motivation" dalam kehidupan sosial praktis.
3. Ideologi itu tersrtuktur aecara skematis dan dikemas dalam redaksi bahasa yang sederhana.
4. Ideologi bersifat operatif daripada tematik. Ideologi tidak berada di depan kita sebagai suatu konsep untuk didiskusikan. Ia bersifat operatif tersembunyi di balik diri kita, katanya. (Ricoeur, 1991; 23, 51):
"Ideology is something in which men live and think; we think from it rather than about it; it operates behind our backs rather than appearing as a theme before our eyes" .
“Ideologi adalah tempat di dalam mana kita hidup, kita tidak memikir tentang ideologi tetapi dari ideologi itulah pikiran kita berangkat. Ideologi tersembunyi di balik diri kita tidak bukanlah sesuatu yang kita pikirkan, ia beroperasi tersembunyi di balik kita, tidak terang-terangan di depan mata kita."
Karena itu, demikian Ricoeur menjelaskan, terbuka kemungkinan terjadi distorsi dan disimulasi (pura-pura, kebohongan).
5. Ciri terakhir ideologi adalah complicated dan aggravates. Dua kata itu saling melengkapi satu dari lainnya. complicated berarti berbelit-belit, sulit, dan aggravates berarti menjengkelkan.
Klasifikasi atau kategori-kategori ideologi dimaksud dapat diletakkan sebagai asumsi atau postulat yang menarik untuk diteliti secara empirik.
Surabaya, 18-02-2010
a. khozin afandi
====================
Rabu, 17 Februari 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar